Defect, anomali...and perspective

20 April 2016

On 22.09 by anya-(aydwprdnya)   No comments

Kartini memberi kita kesempatan untuk menggaungkan hal-hal esensial semacam kebebasan dan kesetaraan, syukurilah itu.
Kartini memberi kita momentum berkeluh kesah di sosial media, mengulik segala tetek bengek feminis dengan mengatasnamakan kesetaraan gender, syukurilah itu.
Kartini memberi kita perspektif, tentang hal-hal tabu yang kemudian berameliorasi seiring waktu, namun belakangan lebih sering dijadikan tameng oleh para penggerutu. Syukurilah itu.

Akh. Kenapa aku jadi skeptis begini.
Maafkan. Ini tetap hari yang baik untuk menyapa 'Kartini' dalam hidupmu.

11 April 2016

On 00.11 by anya-(aydwprdnya) in ,    No comments

Ceritakanlah sebuah fabel.

Berceritalah pada siput-siput air kecil yang rapi menempeli batang padi.
Tentang para binatang yang meneduhkan terik lewat nyanyi
Tentang para penjaga yang mendosa sekaligus getir tertawa.

Dua ekor burung bertemu diam-diam saat langit lengah menutup celah. Seharusnya mereka tidak mengkhianati peta yang tergambar di balik bulunya. Yang satu adalah burung pengais tanah terbaik yang dimiliki bumi. Yang satunya lagi, dinanti dalam doa untuk membagikan kantong-kantong janin setiap dini.

Langit semakin sering lupa, dua ekor burung kian sering berjumpa. Hingga matahari murka dan mengirim dandelion sebagai sekutunya. Setiap dandelion mengirimkan pasukannya, dua ekor burung hanya meniup-niup, menidurkannya hingga lelap.
Kita seharusnya tahu, Jagger tidak selalu benar tentang dandelion.*) Tidak semua dandelion merubahmu bijaksana. Beberapa hanya peraga, bahwa tidak semua burung piawai terbang dan bersarang.

Ceritakanlah sebuah fabel, pada bayi-bayi tukik yang meronta di genggaman. Namun jangan tentang setapak panjang yang menunggu di lautan. Kisahkan saja bahwa tidak semua ikan lihai berenang dan tidak semua mutiara betah bersama kerang.

*) Dandelion don't tell no lies. Dandelion makes you wise.
(Dandelion (1967),The Rolling Stone)

9 April 2016

On 02.08 by anya-(aydwprdnya)   No comments

Hanya sebuah perjalanan rutin dari Denpasar menuju Tabanan, semata-mata karena ada hati yang merindukan rumah, meski tubuh yang memerangkapnya lebih menginginkan tempat merebah.

Tenang saja, otak besar selalu menemukan jalan tengah. Menyeling sensorik dengan motorik, menyentak lompatan transmiter yang siaga menyeberangi jurang sinaps. Lucunya, ia masih sempat menjeda kerjanya untuk beberapa cuplikan imajinasi.

*   *   *

Sebuah topi. Topi bundar, dari anyaman semacam bambu berwarna cokelat muda dengan ris cokelat tua. Topi Pramuka, kita biasa menyebutnya, model untuk anak perempuan. Sebuah topi pramuka tergeletak di tengah jalan raya.

Hal-hal yang eksis, berotasi, atau sekadar mengisi ruang hari sifatnya asosiatif. Maksudnya kita cenderung membuatnya saling berkaitan, demi melindungi otak kita juga. Tentu saja dibumbui pengalaman dan latar belakang perjalanan hidup. Mungkin itu yang membuatku berpikir dengan adegan topi pramuka di tengah jalan tersebut.

Tentu ada banyak alur cerita mengapa topi tersebut ada disana. Terbang tertiup angin saat seorang anak berboncengan, jatuh dari dalam tas yang lengah tak tertutup rapat, atau entahlah aku enggan melanjutkannya.

*   *   *
Aku sendiri ragu mengapa pemandangan itu begitu mengganggu. Kata salah seorang seniorku, ada beberapa tipe manusia yang diciptakan untuk cenderung positif dan merasa. Ada juga yang sebaliknya. Dan aku, sering berada diantara keduanya.

[Dalam perjalanan yang berpotensi membuatku mengalami heat stroke. Akh, dunia ini panas sekali.]

5 April 2016

On 10.36 by anya-(aydwprdnya) in    No comments
Bicara tentang salah satu yang merindu.
Kamu boleh rindu aku.
Aku pun begitu, boleh rindu kamu.

Tapi rindu milikmu dibatasi prasyarat baku.
Sementara aku, tidak begitu.

Kamu boleh rindu aku, di hari-hari tertentu.
Hari dimana aku ingin dirindu olehmu
Sementara aku, bisa rindu kapan pun aku mau.
Merindumu, sesuka hasrat kumbang dalam perutku.

Rindumu dungu karena mengikutiku
Rinduku gila dan bertingkah tanpa nala.

Rindumu kelu jika kamu uapkan lewat kata mendayu
Rinduku hina, seperti debu yang mengkabutkan senja

Kamu boleh rindu aku,
Sama halnya aku boleh merindukanmu.

Hari ini, siapapun bebas merindu.
Kamu, aku,
sepasang lembu,
sebutir duku,
seekor lemuru
...
Namun besok,
Jangan rindukan aku. 

Masalah rinduku, tak usah kamu tahu.


On 01.21 by anya-(aydwprdnya) in    No comments

Embun itu kias, murni yang menjadi baku walau ia berdusta tentang pagi. Cangkang matahari itu bias, silau yang membungkus rasa sebelum menetas lalu lari. Dalam skenario ini, jalanan tak lebih dari titian aksara yang terjalin rapi dan diaspali udara hangat yang terus berkonveksi...mengingkari jarak, jauh atau dekat.

Apalah artinya aku, sebatang pinang yang ingin kau kerdilkan. Hingga tiba penghujung malam, seuntai mayang menagih janji. Entah absennya embun dan matahari, atau dedaunan yang ritmik menyentuhmu dari satu sisi, ada pucuk yang merindukan tanah yang kau pijaki.

Sebatang pinang, ia masih menggenggam satu permintaan lagi.