30 Desember 2017
On 04.35 by anya-(aydwprdnya) in [EARGASM], Ex-Berliner, Fiksi Tapi Bukan, Journey to the West, Kontemplasi, Menulis Random, Travel, Trip No comments
Pagi ini terbangun dengan perasaan aneh agar hari besok jaraknya menjauh. Tidurku nyenyak, durasinya cukup, tidak ada mimpi yang bisa diingat, dan begitu saja, aku tak ingin esok. Kamarku masih sama, berantakan seperti biasa. Novel The Surgeon milik Gerritsen menyapa di sisi kanan kepala, nampaknya aku tertidur di tengah-tengahnya karena lampu baca portabel milikku juga tergeletak di sebelahnya dalam kondisi tombol on namun tidak lagi menyala. Homo Deus milik Yuval Noah Harari terasa mengganjal kepalaku, aku terlalu malas mengembalikannya ke rak buku. Di sudut kanan kaki tempat tidur, koper kecil yang setengah terbuka, isinya berceceran kemana-mana. Laptop di atas meja dan catatan harianku di sebelahnya. Ah ya, kemarin aku berencana menulis beberapa hal dalam catatan harian, namun rupanya aku lupa. Kursi beroda yang berderit lesu tiap aku duduki (sudah demikian adanya sejak aku menemukannya pertama kali), tergeser jauh mendekati pintu. Pada sandarannya tersampir jaket hitam tebal dan syah merah maroon yang juga tebal. Sepasang boots warna biru pudar, ada noda lumpur pada solnya, dan mereka tidak berada pada tempatnya. Aku mengenakan piyama biru langit dengan aksen polka dots kecil, bersyukur karena aku tidak tidur dengan pakaian yang bukan piyama (seringkali demikian). Karena kecilnya kamar ini, semua dapat aku lihat dari atas tempat tidur. Kesimpulan prematurku: aku tidak siap untuk tahun baru.
Aku kehilangan beberapa hal selama perjalanan kemarin:
- Ketinggalan scarf di Schonefeld (dan hampir ketinggalan pesawat)
- Kehilangan sebelah anting di Brussels (tenang, Bu..kali ini bukan anting emas yang Ibu belikan)
- Ketinggalan sarung tangan di salah satu bar di Brussels
- Kehilangan selembar 20Euro di Ghent
- Menjatuhkan satu tube hand cream entah di jalan mana di Ghent juga (kemudian membeli yang baru Body Shop di Brugge, jadi tidak buruk juga)
- Kehilangan notes kecil di waktu City Walking Tour!! Kesal karena aku mencatat banyak hal di dalamnya :(
- (sempat) Kehilangan keberanian di sekitar Minnewater karena ada creepy-exhibitionist-guy mengikuti T.T
- Ketinggalan sepasang bra dan celana dalam (yang kebetulan warnanya aku suka, ugh) di salah satu hostel tempatku menumpang mandi *facepalm
- Kehilangan sebagian harga diri (yang syukurnya kembali dengan cepat) karena salah mengirim pesan singkat di malam terakhir di Amsterdam (blamed on alcohol).
- Kehilangan (lebih tepatnya melupakan) kartu ucapan tahun baru dari beberapa teman di salah satu kedai waffle.
- Kehilangan beberapa Euro lagi, karena harus mengganti beberapa rencana perjalanan yang melibatkan pembatalan beberapa tiket dan pembelian tiket baru.
Bukan hal yang menyenangkan memang, namun deretan hal tersebut tidak cukup menjadi alasan untuk perasaan yang ganjal pagi ini. Aku menyalakan aplikasi Spotify, memutar acak salah satu channel terakhir yang aku dengarkan. Mengalun melodi yang diikuti suara Sia menyanyikan Under The Mistletoe. Ah, mistletoe lagi. Beberapa gambar melintas di benakku, memberi sinyal tentang hal-hal yang seharusnya namun belum bisa aku selesaikan. Enggan terhanyut, aku tekan tombol next.
Ada momentum dimana telinga kita mendengar satu lagu secara nyata, yang kemudian beresonansi menjadi musik yang jauh berbeda di kepala kita. Lagu berikutnya masih milik Sia, Snowman. Namun yang berputar di kepalaku adalah lagu milik Bon Iver berjudul For Emma. Saat itu juga aku tahu, ada yang tidak beres dengan konten hemisferku.
For Emma bukanlah lagu pop, egoku memaksanya masuk ke aliran musik kesukaanku, folk. Maka mungkin tidak banyak yang tahu siapa Bon Iver, sayangnya aku sedang tidak dalam kapasitas untuk membahas group musik ini. Alih-alih aku ingin membahas si Emma dari For Emma. Siapa ia?
FOR EMMA LYRICS
"So apropos:
Saw death on a sunny snow"
"For every life ..."
"forego the parable."
"Seek the light."
"... my knees are cold."
Running home
Running home
Running home
Running home
"Go find another lover
To bring a ..., to string along!"
"With all your lies
you're still very lovable."
"I toured the light
So many foreign roads
For Emma, forever ago."
"For every life ..."
"forego the parable."
"Seek the light."
"... my knees are cold."
Running home
Running home
Running home
"Go find another lover
To bring a ..., to string along!"
"With all your lies
you're still very lovable."
"I toured the light
So many foreign roads
For Emma, forever ago."
(dari SongTexte)
Jadi, siapakah Emma?
Emma adalah siapa saja, atau akan lebih mendekati jika aku katakan apa saja. Emma adalah manusia-manusia yang pernah hadir dalam hidup kita (yang mampir, yang berlalu, juga yang datang dan pergi tanpa menunggu). Emma adalah waktu yang terdayakan, waktu yang membebaskan, juga waktu yang posesif meminta untuk diingat senantiasa. Emma adalah ukuran yang tidak terkalibrasi namun selalu presisi. Hm...apalagi ya? Emma adalah tempat, yang sudah atau belum pernah dijejaki dan tiba-tiba saja mengendapkan perasaan lain di hati.
--dan aku akan sedikit berkonsultasi dengan mereka yang gemar menganalisa makna lirik songfacts, dan juga mencari tahu dari Justin Vernon sendiri, sang pencipta lagu.
--dan aku kembali. Mungkin aku tidak 100% benar tentang penginterpretasian dari si Emma ini.
[Sungguh jika kalian ingin mendapatkan sensasi yang sama dengan yang aku rasakan terhadap Emma, setidaknya kalian harus mendengarkan lagu ini minimal tiga kali, sebisa mungkin setelah mandi.]
Banyak hal menjadi asosiatif akhir-akhir ini. Berakhir di Emma, bermula dari segala hal yang bisa diingat di 2017. Dan seperti lagu ini, ikhlas itu sulit (tawa getir). Lebih sulit lagi adalah menyelesaikan, jika kita bandingkan dengan memulai. Di luar fakta bahwa Emma adalah nama tengah dari salah satu mantan Justin Vernon di masa lalu (mungkin di masa SMA, aku asal saja), setiap orang memiliki Emma. Setiap orang memiliki hal yang tidak pernah belum selesai dalam hidupnya. Emma-ku pagi ini adalah keseluruhan 2017 yang termampatkan di beberapa bulan terakhir, dan tidak akan rampung hingga tahun ini berakhir.
Memikirkan Emma membuatku lapar. Aku ingin Emma, tapi tak ingin esok. Sia sudah tidak terdengar lagi.
Dari balik selimut, Berlin
30.12.2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup
0 comments:
Posting Komentar