5 April 2016
On 01.21 by anya-(aydwprdnya) in Puisi No comments
Embun itu kias, murni yang menjadi baku walau ia berdusta tentang pagi. Cangkang matahari itu bias, silau yang membungkus rasa sebelum menetas lalu lari. Dalam skenario ini, jalanan tak lebih dari titian aksara yang terjalin rapi dan diaspali udara hangat yang terus berkonveksi...mengingkari jarak, jauh atau dekat.
Apalah artinya aku, sebatang pinang yang ingin kau kerdilkan. Hingga tiba penghujung malam, seuntai mayang menagih janji. Entah absennya embun dan matahari, atau dedaunan yang ritmik menyentuhmu dari satu sisi, ada pucuk yang merindukan tanah yang kau pijaki.
Sebatang pinang, ia masih menggenggam satu permintaan lagi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup
0 comments:
Posting Komentar