22 November 2012
Bukan semata-mata karena ‘harus’ tinggal sebulan di negeri Sakura maka saya
mencoba selihai mungkin dalam mengunakan sumpit. Dari dulu saya memang pecinta hal-hal
berbau Jepang nomor wahid, kalau boleh saya bilang. Apalagi makanannya. Karena itu,
sumpit, sebagai bagian dari salah satu kegatan paling esensial dalam hidup, bukan
hal yang asing bagi saya. Tapi bedanya, sampai bulan lalu, saya masih melihat
sumpit sebagai alat bantu makan saja. Hingga sepasang sumpit di tengah
dinginnya angin musim gugur di salah satu sudut kota di Jepang, mengajari saya
banyak hal.
Sejak dulu saya sudah sering mendengar bahwa budaya Jepang sangat ketat tentang tatakrama. Oleh karenanya saya berusaha sebisa mungkin mengikuti aturan yang berlaku disana selama sebulan terakhir. Jadilah senjata utama saya identik dengan langkah-langkah pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Sejak dulu saya sudah sering mendengar bahwa budaya Jepang sangat ketat tentang tatakrama. Oleh karenanya saya berusaha sebisa mungkin mengikuti aturan yang berlaku disana selama sebulan terakhir. Jadilah senjata utama saya identik dengan langkah-langkah pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
On 20.12 by anya-(aydwprdnya) in Romansa No comments
Jarak, Masalah?
Long Distance Relationship (LDR)
begitu istilah bekennya. Hubungan jarak jauh. LDR bagi sebagian besar orang bisa
jadi merupakan tantangan tersendiri dalam suatu hubungan. Saya sendiri, akibat
pengaruh teman dan drama TV, cukup setuju dengan hal tersebut. Bagaimana pun
saya masih termasuk anak ibu-bapak yang kadang kangen setengah mati pada rumah,
apalagi saat kantong sedang kosong. Beranjak dari latar belakang tersebut, saya
punya firasat bahwa saya memang agak kurang bersahabat dengan yang namanya
jarak.
Untuk hubungan pacaran jarak jauh, sebenarnya LDR terklasifikasikan
berdasarkan 3 hal: kuantitas jarak, kualitas jarak, dan tingkat keberhasilan.
Berdasarkan kuantitas jarak, LDR dibedakan menjadi 2 yaitu common Long Distance
Relationship (cLDR) dan very Long Distance Relationship (vLDR). Bedanya
sederhana, cLDR merujuk pada hubungan berjarak yang masih sangat mungkin
dijangkau. Misal, pacaran sama anak kuliahan luar kota, pacaran sama anak
tetangga beda pulau satu provinsi, pacaran sama abang angkot antar kota dalam
provinsi, atau pacaran antara Surti gadis desa dan Tejo yang cari kerja di
kota. Persamaan diantara semua contoh itu juga jelas, hubungan masih bisa dijaga
dengan fasilitas dan biaya yang terjangkau. Sms dan telefon masih sangat
mungkin sering dilakukan dengan bantuan provider telekomunikasi dalam negeri
(baca: tarif murah brayy..). Selain itu, kalaupun kangen sudah memuncak dan
tidak bisa ditahan, puasa tiga hari juga dapat dilakukan demi mengumpulkan
modal agar dapat berjumpa belahan jiwa.
Sementara pada kasus vLDR, harapan ada pada fasilitas internet, berharap
jaringan WiFi bersinyal super agar dapat mempertahankan wajah cantik/ganteng
pasangan dalam rekaman webcam. Kendala yang paling tidak diinginkan adalah
berubahnya wajah pasangan menjadi kotak-kotak pixel yang kadang membuat mereka
lebih mirip beruang hitam. Kendala lainnya yang masih bisa diatasi adalah
bagaimana saat jadwal webcaming, keluarga pasangan atau teman lain ikut
nimbrung dan menyita lebih dari tujuh per delapan dari quality time yang
harusnya kita miliki. Contoh dari hubungan vLDR ini adalah pasangan yang
terpisah jarak ribuan mil di negara antah-berantah, mungkin pacar sedang
melanjutkan studi di luar negeri, bekerja di kapal pesiar, atau mungkin pacaran
dengan TKI/TKW. Beberapa contoh yang lebih ekstrem adalah pacaran dengan
relawan perang jalur Gaza, pacaran dengan peneliti jumlah pasir yag berpotensi
membuat kelilipan saat badai gurun di Sahara, atau forbiden love between north
pole polar bear and south pole penguin.
Mengenai klasifikasi berdasarkan kualitas jarak, LDR dibagi menjadi dua
yaitu LDR permanen dan LDR temporer. LDR permanen termasuk di dalamnya adalah
pasangan yang terpisah jarak selama berbulan hingga bertahun-tahun. Tentu ini
adalah cobaan yang sangat berat dalam kancah percintaan. Namun hampir dapat
dipastikan bahwa pasangan yang berhasil melewati fase LDR permanen ini akan
berhasil membia hubungan sampai tujuh turunan. Hampir pasti. Walaupun demikian,
LDR temporer juga tidak kurang cobaannya. Sekali lagi saya ingin berbagi
pengalaman sebagai salah satu pelaku LDR temporer. Meski dari namanya terkesan
agak plin-plan, LDR-temporer: kadang LDR, kadang SDR (short distance
relationship), namun level tantangannya tetap tinggi. Beberapa kali saya harus
melewatkan beberapa hari, hingga beberapa minggu di luar kota atau luar negeri,
begitu pula sebaliknya pacar saya kadang memiliki kepentingan yang mengharuskan
perpanjangan jarak antara kami. Jujur sejujur-jujurnya, variasi perasaan yang
muncul saat berjauhan kadang seperti pisau bermata dua. Di satu sisi menguatkan
ikatan kita, di sisi lain yang menempel dengannya justru berpotensi
melonggarkan. As people say, what does not kill you will make you stronger. But
I say, what did not kill you may try to kill you at second chance.
Untuk tingkat keberhasilan, lagi-lagi terbagi dua dan sangat jelas: gagal
dan berhasil. Untuk yang satu ini saya justru tidak punya penalaran yang cukup
logis untuk menjelaskan. Suksesi suatu hubungan terlalu rumit untuk ditentukan
hanya dengan parameter jarak. Itu menurut saya. Deep condolescent for them who
failed in struggling their love life of.
White Lies.
Red lie, yellow lie, black lie, purple lie, pink lie. Why are people choose
white instead of other colors? Mungkin karena putih adalah lambang kesucian,
maka keburukan macam apapun bila disandingkan dengan warna putih akan
dinetralisir menjadi hal yang legal. Termasuk kebohongan. Kalau begitu
dasarnya, maka bisa saja esok akan ada korupsi putih, copet putih, atau maling
yang membobol rumah dengan kolor putih. Saya sedikit skeptis dengan konsep bohong
putih ini karena memang dibohongi adalah salah satu hal yang paling saya benci.
Mungkin bagi sebagian orang berbohong untuk menjaga perasaan orang lain
adalah sah dilakukan, tentu saja dengan label sakti; white lie. Bukan berarti
saya begitu sucinya hingga tak pernah berbohong, bila benar demikian mungkin
saya seharusnya bukan menghuni bumi. Saya juga manusia yang kadang berbohong
untuk melindungi hati saya, dan mungkin juga hati orang lain. Tapi tetap saja
saya tidak ingin membenarkan kebohongan saya dengan menamainya sebagai
kebohongan putih. Kebohongan, apalagi dari orang tercinta, menurut pengalaman
saya lebih banyak berujung pada rasa dikhianati, dianggap bodoh, dan rasa
diremehkan karena mungkin mereka pikir kita tidak cukup kuat untuk menghadapi
kebenaran.
Despite of our vary opinion about white lies, for me, bitter truth is far
better than sweet lie. Otherwise, keep silent.
18 November 2012
On 09.18 by anya-(aydwprdnya) in Romansa No comments
Tulisan saya kali ini mungkin agak berbau romantisme dewasa. Bukan,
bukan...bukan cerita dewasa berbumbu erotisme apalagi pornografi. Namun ini
lebih pada maturitas dari sebuah sisi misterius hati manusia, yang hingga saat
ini belum bisa dijelaskan secara gamblang oleh ranah ilmiah. Kita, manusia,
secara sederhana dan retorik menyebutnya sebagai cinta. Ah, semakin lama
tulisan ini bisa berubah menjadi sajak beruntai atau soneta tujuh bait. Yang
sebenarnya terjadi adalah saya sedang menjadi saksi mata dari sebuah proses
yang melibatkan kakak perempuan saya sendiri, dimana proses itu didalihkan atas
nama cinta. Tapi sekali lagi, saya tidak akan mempergunjingkan persiapan
pernikahan dari saudara sekandung saya (blog saya ini sama sekali bukan warta
berita gosip murahan). Hanya saja, melihat puluhan hal yang terjadi di
sekeliling saya akhir-akhir ini membuat saya berpikir tentang ratusan hal lain.
Hal-hal itulah yang ingin saya persepsikan dengan cara saya, tentunya dengan
sedikit bumbu curhat colongan. Sedikit saja kok.
Cinta yang Banyak adalah Cinta yang Satu
Namanya juga proses menyatukan dua individu atas nama cinta, ibarat kata
proklamasi dimana Soekarno-Hatta mengatasnamakan rakyat Indonesia atau menyertifikatkan
tanah atas nama Dwi Pradnya (astungkara, aminnnn...). Semua nama yang di atas-atas
itu; rakyat Indonesia kah, Dwi Pradnya kah (?) merupakan simbol yang harus
dipertanggungjawabkan. Tidak peduli rakyat Indonesia yang sebelah timur atau
barat, tak mau tahu Dwi Pradnya yang gembul atau kurus (sekali lagi diaminin).
Apalagi yang namanya si cinta-cinta itu.
Tapi ngomong-ngomong tentang cinta, saya dulu sering bingung menanggapi
pertanyaan, “Kamu cinta mana, pacar atau keluarga”. Mungkin masih gampang,
keluarga. Alasannya jelas karena pacar mungkin putus tapi keluarga pastinya
sepanjang masa. Klise. Level berikutnya, “Kamu cinta mana, bapak atau ibu?”.
Nah, lho! Bagaimana mungkin saya memilih antara ayah atau ibu, sementara dari
dua kromosom X yang saya miliki, satu saya dapat dari ayah, dan satunya lagi
dari ibu, lainnya adalah sepasang sepatu baru karena rajin membantu...*kacau.
Belakangan saya sadar, itu adalah pertanyaan paling bodoh di dunia. Dan
belakangan juga saya berusaha untuk menanggapi pertanyaan bodoh itu (dan
beberapa pertanyaan bodoh serupa) secara lebih cerdas. Saya cinta semua. I’m
not kind a greedy. I just consider that my own definition for love is that
flexible. I have spesific love for every single thing I know on this galaxy.
Cinta untuk bapak, ibu, adik, kakak, pacar, ibunya pacar, kakaknya pacar, pacarnya
kakak, teman, teman tapi mesra, teman main, semua mendapat cinta masing-masing
dari hati saya. Lalu kenapa cinta-cinta itu tidak bisa dibandingkan? Karena
untuk saya, cinta yang berbeda juga memiliki satuan yang berbeda. They are
definitely uncomparable.
Karena karakteristiknya itulah maka saya bisa membentuk pola pikir bahwa
cinta yang banyak itu adalah cinta yang satu. Cinta yang BANYAK=cinta yang
SATU. BANYAK=SATU. Analog dengan KOSONG adalah BERISI *impuls acak tengah
malam. Bagaimana pun, sebisa mungkin peliharalah cinta sebnayak-banyaknya, tapi
ingatlah untuk memastikan bahwa setiap cinta yang kita punya adalah berbeda dan
jangan sekali-kali mencoba untuk membandingkan satu dengan yang lainnya.
Kalau Cinta Biarlah Mereka Tahu
Sejak sekolah dasar, mungkin taman kanak-kanak, kita sudah terbiasa melabeli
semua barang pribadi dengan nama kita. Botol minum, kotak bekal, pensil warna (baik
yang milik sendiri maupun milik teman), sampul buku. Semakin dewasa, kita
semakin kreatif dengan tanda yang lebih identik dengan karakter; stempel novel
dan komik dengan nama (terkadang simbol), mug dengan lambang zodiak atau bahkan
foto kita, bahkan surat keterangan absen dengan tanda tangan kita (oops, I’m
not truly sure about the last one). Konsepnya adalah memastikan orang lain tau
bahwa barang itu adalah hak milik kita. Sama saja halnya dengan saat kita
mencintai seseorang, sebaiknya kita ‘melabeli’ cinta kita. Sounds like an
overprotective lover, but the true meaning is leting them know about your
feeling.
Saya sendiri termasuk salah satu yang (dengan sedikit menyesal) pernah terlambat
mengumumkan perasaan saya. Sebenarnya saya adalah tipe anak rumahan yang
dilarang pacaran sampe lulus kuliah (Mom’s rule never die!). But, I got my own
equation,
curiousity + puberty hormonal support + minggle group = BREAK THE RULE.
Jadilah saya mulai pacaran (dengan pacar yang sekarang) sejak tahun
terakhir SMA, dan saya baru mengakui hubungan tersebut pada orang tua sejak
akhir tahun lalu. Dalam hal ini saya sama sekali tidak ingin menyombongkan
liberalitas yang saya lakoni selama empat tahun. Melainkan sekelumit penyesalan
terutama kepada pacar karena ketidakberanian saya mengakui perasaan yang saya
punya di depan orang tua. Believe me guys, the worst feeling of being in love
is when you are not sure if your partner love you back or not. When they can’t
say to others that they love you, that is peak point of being worry about their
otherwise feeling. [Sorry, my partner in crime, for waiting that long.]
So, it is not just about confession. But more about announcing the whole
world that you’ve labeled yours.
[Part I. end]
Next....
Jarak, Masalah?
Long Distance Relationship (LDR)
begitu istilah bekennya...
Langganan:
Postingan (Atom)
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup