Defect, anomali...and perspective

19 Mei 2016

On 21.02 by anya-(aydwprdnya) in    No comments

"Banyak hal yang tidak berjalan sesuai rencana. Namun seringkali hal baik terjadi tanpa kita rencanakan."

Kata banyak orang di sekitar kami, "Get your day off!". Memang benar, kami perlu libur. Lebih tepatnya kami pikir kami perlu liburan yang sesungguhnya, lebih dari tidur nyaman memeluk bantal dalam kubikel 3mx3m. Ya, kami sepakat, dan kadang hanya masalah waktu. Maka ketika waktu itu ada (dan kami adakan), we randomly choosed:Gili.

Persiapan matang: tiket fastboat checked, hotel rooms checked, our gut following unorganized itinerary checked. Aku beritahu sebuah kenyataan hidup, persiapan matang bukan berarti segalanya baik-baik saja. Provider tiket fast boat kami, Marina Srikandi, memberikan pembuka hari yang buruk. Kami lupa dijemput sesuai jam yang kami pesan, kami harus menunggu untuk jemputan yang lebih siang. Setelah dijemput pun kami masih menunggu entah apa di kantornya. Akh, ujian untuk inner peace yang mati-matian aku bangun. Baiklah, mungkin kami akan banyak belajar untuk kepergian selanjutnya (bila akan ada). Dan maafkan tidak ada kerelaan memberikan bintang pada Marina Srikandi.

Saat ini aku sudah di atas mobil menuju Padang Bay. Ada tendensi akan mabok darat atau laut. Ugh.

Selangkah Lebih Dekat
Aku harus memuji diriku sendiri karena sudah bertahan untuk tidak mabok.
Melaporkan dari atas fastboat yang baru saja mulai bergerak.

Akhirnya...Gili!!
Aku sarankan jangan langsung beli makan dengan kalap, selapar apapun sesampainya di Gili Trawangan. Selain harga yang tidak murah, makan pertamaku di pulau ini berakhir dengan sekotak rice box yang isinya hanya berkurang 1/8 bagian. Tidak enak.
Seharusnya tadi kami langsung saja naik cidomo (kalau kataku sih dokar, yah..ditarik kuda lah) langsung menuju hotel. Tarif cidomo Rp 100.000,-. Fixed price alias tidak ada tawar menawar.
...dan sampailah kami di cottage.

Tempat menginap ini kami temukan lewat situs Traveloka atas rekomendasi kakak yang batal berangkat et causa Dengue HF, namanya Oceano Jambuluwuk Resort.
Gillsss...kalau dari aku rekomendasi tanpa ragu, tempat dan servicenya jempol. Berita baiknya, sakit hati jadi kami terobati.

14 Mei 2016

On 06.18 by anya-(aydwprdnya) in ,    No comments

"Rasa sakit itu tak terelakkan. Namun penderitaan adalah pilihan."

Baiklah. Kali ini bukan tentang rasa sakit, walau mungkin ada hati yang terlukai akhir-akhir ini. Bukan tentang derita, meski ada terlalu banyak keluh kesah nantinya. Dan pastinya bukan tentang pilihan karena belum lewat satu purnama sejak kita menonton AADC2.

Pembuka yang terpilih di awal tadi semata-mata karena kalimat itu masuk dalam lapang pandang karena tulisan ini ada dengan beralaskan sebuah novel Haruki Murakami, sang empunya kalimat.

Di luar kemalasanku menganalisa novel yang baru saja terbeli ini, perasaanku memang agak berantakan.
Ada koloni rayap menggerogoti lemari buku di kamar kostku. Marah yang sulit diungkapkan, sedih yang tak terbantahkan, kecewa yang tidak tertahankan, penyesalan yang...entahlah, mungkin beginilah patah hati yang sesungguhnya. Terlebih lagi, rayap-rayap tak berbudi itu seperti sengaja memilih tumpukan kertas yang mengandung paling banyak kenangan.

Rayap...makhluk ini membentangkan jaring tentang simbiosis terandom dalam bentangan otakku. Sial!

I. RAYAP DAN RASA TAK ACUHKU
Selalu kita sepakati secara verbal bahwa tidak seharusnya kita saling menyalahkan. Aku sendiri akan selalu memilih untuk memiliki kesalahan ini sendiri. Aku yang tidak menganggap koloni rayap ini berbahaya. Aku yang tidak peka bahwa ada begitu banyak hal kecil yang mungkin akan merusak kita. Aku yang membiarkan sarangnya tetap ada, seperti aku membiarkan egosentrisitasku melekati setiap celah berkayu. Belakangan kita semakin tampak seperti Sherlock dan Watson, tentu aku mengambil peran utama di Becker Street,  karena keduanya, Robert Downey Jr. dan Benedict Cumberbatch, terlalu menawan. Konsekuensinya, aku akan terus menghakimimu, Watson, karena peranmu memang begitu. Bertahanlah, Partner... ada banyak hal yang lebih serius dari masalah rayap ini.

II. RAYAP DAN RAPUHNYA KERTAS DAN KAYU DAN AKU
Mungkin akulah satu-satunya makhluk acak yang membuat gempar dunia karena sebuah scrapbook beralih menjadi sarang rayap. Membuat gaduh ketenangan malammu. Membebanimu dengan hal-hal yang tidak perlu, terutama dengan alasan-alasan yang bahkan tidak lebih esensial dari Thor yang menduduki tahta Asgard hanya karena ia adalah anak dari Odin, lumrah. Begitulah, seseorang akan semakin mengenal sisi lain diriku.

Satu dari berjuta-juta embrio yang nekat menyintas masa di bumi, menitipkan kutipan mimpinya dalam lembar-lembar kertas yang kapan saja bisa hilang, basah, terbakar, atau menjadi penyambung hidup bayi rayap. Itulah aku. Bukan kayu yang lembab, udara yang statis, atau kertas yang lapuk...ini hanya tentang sesuatu (atau seseorang) yang lebih rapuh dari itu. Kemungkinan besar itu aku.

III. RAYAP DAN DIRIMU...juga tentang hal-hal sensitif lainnya
Seberapa sering aku menyakitimu?
Seberapa biasa aku mendorong dan menarikmu kembali?
Seberapa entah aku mengusir dan memintamu tetap disini?
Mungkin memang hanya rayap, atau mungkin dirimu, atau klip musik I Wanna Grow Old With You milik Westlife dengan latar adegan film Up. Yang pasti kantong mataku terasa penuh pagi tadi, sementara hatiku tergaransi kosong.

Maafkan segalanya.
Aku hanya terlalu terguncang dan emosional, karena aku tidak terlatih untuk melupakan kenangan.

2 Mei 2016

On 10.16 by anya-(aydwprdnya) in , ,    No comments

Kebahagiaan, seharga sepuluh ribu rupiah.

Kata mereka hal-hal abstrak seperti rasa senang, bahagia, atau cinta tidak bisa dihargakan dengan mata uang yang berlaku di muka bumi. Banyak substansi hidup yang tidak lunas ditukar dengan nominal apapun, atau berapapun. Nyatanya malam ini aliran darah ke organ dalamku terbeli dengan transaksi sederhana bermodalkan sepuluh ribu saja. Tentu akan kubagi caranya.

Ingredient:
aku, uang sepuluh ribu, dan sedikit ekstrak kehadiranmu.

Special requirement:
langit malam Lapangan Puputan yang cerah, pasangan-pasangan kasmaran yang bertebaran di rerumputan (secukupnya).

Instruction:
1. Beli cairan sabun di penjual terdekat.
2. Berbahagialah.

*   *   *
Struktur nan teratur. Tiada gaduh dan teramat rapuh.
Bulat namun tak pepat. Seperti rasa yang muncul dikala tak tepat.
Keindahan yang janggal. Layaknya ribuan dalihku yang mengganjal.

Nyeriku bungkam, lelahmu diam.
Bagaimana pun harus ada sebuah eksekusi untuk mengakhiri hari.
Lucunya, diantara kisah yang seharusnya bersambung, kita memilih untuk bermain gelembung.

Tidak ada yang menciptakan gelembung pertama, kehormatan itu hanya milik dinamika udara. Aku dan kamu juga, sekadar mediator saja, membiarkan sisa senang dan hitungan waktu bersama terpaket dalam bulatan yang volumenya tak pernah terduga. Dalam gelembung kecil nan mungil, hingga yang besarnya menandingi ukuran kepala kita, semuanya memuat kebahagiaan dengan konsentrasi yang sama.

Aku banyak tertawa. Melihat paket-paket kebahagiaan membubung ke angkasa. Melihat sebagian lainnya kalah melawan rerumputan. Merasakan residunya memercikkan perih ke mata. Mengetahui bagaimana setiap tawa nantinya menyisakan jejak noda di pakaian kita atau aroma sabun cuci piring yang menempel di rambut kita. 

Pada waktu angin bergerak riuh, gelembung berduplikasi sesuka hati. Melatari pasangan yang duduk bercengkerama (sepertinya) penuh cinta. Apa kebahagiaanku juga mereka rasa? Apa cinta mereka juga serupa yang aku punya?

Langit kian indah. Lenganku kian lelah. Cairan sabun seharga sepuluh ribuku hampir habis. Anehnya, ketika gelembung terakhir lenyap di bahu seorang pengamen yang sedang rehat bernyanyi, rasa bahagia ini tidak serta merta kikis.

Pada akhirnya tulisan ini gagal menjadi tutorial kebahagiaan. Malam itu, aku melupakan arum manis.

Credit picture https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-bnUJF0QoJzdLjpqwRqdHuasWTAxP0GN0xtSJ5E1s6SFZBkNFGcpR5YM4qhbT0yCAYuo36ypUAoBwT3RM3J-WJAQtjPrhFjRKvTbaaWBwCPITp49JLLwobiZGyiey3188CQ_9MP9x5dI/s1600/New+Picture+(7).png