Defect, anomali...and perspective

27 Desember 2016

On 01.02 by anya-(aydwprdnya) in ,    No comments

Hari-hari terakhir menjelang pergantian tahun, hari ini, katakanlah lima hari terakir. Seperti ritual wajib bahwa sebagian besar dari kita mengakumulasikan kewajiban berpikir, berencana, dan berstrategi pada kemampatan waktu di penghujung tahun. Bagiku pribadi, itu merujuk pada hari yang berada di antara perayaan lahirnya Yesus hingga malam pergantian kalender Masehi  (keluargaku di rumah secara faktual baru akan mengganti kalender pada awal tahun), dan efek dari proses berpikir-berencana-berstrategi tersebut biasanya mengikuti kaidah penghentian obat-obatan steroid: tappering off.

Ya, ada 365 hari (366 tepatnya di tahun kabisat ini), dan hanya akhir bulan Desember yang paling jumawa muncul menyajikan atmosfer dengan lapisan yang memfasilitasi hal-hal semacam harapan, cita-cita, mimpi...jujur saja, periode akhir tahun ini merupakan penggal waktu paling kuat dimana hasrat seperti menaklukkan dunia terasa paling nyata.

Banyak hal yang terjadi, trending topics bukan parameter yang relevan lagi dalam menentukan skala dampak sejarah. Mungkin kata atau frasa yang paling banyak diminati publik akhir-akhir ini menyangkut teror, nista...atau memuat tentang uang baru, pahlawan. Selain ‘telolet’ tentunya. Aku rasa hal yang tidak absen, sama dengan tahun sebelumnya adalah kaleidoskop. Dan resolusi. Ah, ya, bicara tentang resolusi, aku termasuk korban ide konvensional menumpuk resolusi setahun ke depan, menuliskannya di sudut notes, menulis-ulangkannya pada lembar memo tempel, kemudian merekatkannya di tepi cermin. Atau di pintu lemari buku. Atau di belakang pintu. Riset pribadiku yang tidak berdasar menemukan bahwa dari segala resolusi yang aku janjikan pada diri sendiri, hanya satu atau dua yang benar-benar terjadi. Sisanya tetap menempel hingga berdebu dan kembali menunggu tahun yang baru. Aku berasumsi bahwa setahun tenagaku memang hanya cukup memotori satu atau dua mimpi. Ya, itulah kenapa pendahulu kita menginovasi hal yang disebut prioritas. Bagaimana pun, akhir tahun ini aku masih setia beresolusi, namun tidak sebanyak tahun yang sudah lalu. Fokus lain tenaga dan cadangan NOS akhir tahun ini akan dialihkan menjadi bentuk perenungan, kontemplasi.

Bulan belakangan aku mati-matian menahan diri untuk tidak menuliskan apa yang ingin aku tuliskan. Bila tidak, maka aku hanya akan mereproduksi tulisan kotor yang terinspirasi dari pendapat kotor yang secara sistematis muncul dalam bentuk tautan dengan konten berskala agak kotor hingga sangat kotor yang mengotori berbagai laman sosial media dan media masa. Bayangkan betapa kotornya pikiranku belakangan waktu.

Kotor, hanya sebuah kata yang merepresentasikan bagaimana perasaanku melihat manusia meninggalkan batas yang manusiawi, yang kita dengungkan dalam berbagai asas kehidupan; Pancasila, UUD 1945, Dasa Dharma Pramuka, Tujuh Prinsip Dasar Palang Merah, Sumpah Hippocrates.

Akh, apa benar kita masih sepenuhnya binatang yang disebut manusia?

[Dalam perjalanan menjemput kontemplasi lainnya.]

NB. Tentang kontemplasi ini, sedikit banyak mengikuti anjuran penggunaan antihipertensi: start low go slow.

15 Desember 2016

On 23.54 by anya-(aydwprdnya) in ,    No comments

Memiliki agenda bersampul lucu, saling menukar dan mengisinya dengan segala utopia pertemanan selamanya, atau paling tidak selama lembaran itu masih bertahan digerus tahun baru yang terus datang tanpa tahu malu.
Adakah yang benar-benar ingat apa rasanya?
Beberapa orang kesulitan menyimpan nama. Beberapa lainnya bermasalah dengan identifikasi dirinya.

Sepenggal hal yang layak dimuat di dalam buku semacam itu, adalah sebagai berikut.

Hal yang tidak disukai: tempat berair yang tidak beraroma laut.
Contohnya,
(1)perjalanan di sepanjang Tol Bali Mandara,
(2)jalanan Denpasar saat hujan terlalu lama,
(3)keran kamar mandi yang terbuka dan terlupa,
(4)pipi-pipi berotot tipis milik sang patah hati dan si jatuh cinta,
(5) lain sebagainya.

Hal yang disukai: segala lembab yang berbau laut.
Contohnya,
(1)pantai,
(2)wakame salad,
(3)senyum(bibir)mu,
(4) sebuah kursi di depan Indomaret,
(5) lainnya yang tidak menuntut proses berpikir ekstra untuk tertawa.

Aku mungkin akan terlalu malu jika seorang teman masih menyimpan dan menemukan kembali tulisanku.
Bukan tentang kenangan dan aib yang naif dan lugu.
Melainkan karena tahu, betapa jauhnya aku telah berjingkat dari masa lalu.

On 23.26 by anya-(aydwprdnya)   No comments

Siang ini langit mempermainkanku.
ada banyak warna putih tertelan tepian menganga biru.
Kita membisu,
angin terlalu semarak seperti konser Coldplay di hari sabtu.

...dan salah, seperti biasa.
Bukan langit yang bermain warna.
para awan lah yang beranjangsana,
dengan kanvas maha hampa sebagai tamannya.
Di luar dugaan, mereka jenaka.

Bayangkan saja, segumpal besar keabuan membentuk pesawat udara,
tepat menyanding seekor Thai Air yang mengangkasa.
Bayangkan lagi, lebih ke utara ia melukiskan rupa Ganesha,
hanya kali ini lebih merupa gajah lucu milik Tiara Dewata.
Aku hampir tertawa.

Kita tidak membahas cuaca. Kita tidak membahas pertandingan bola.
Kita mungkin ingin, tapi menahan diri untuk menyentuh agama.
juga menyentuhmu karena dimensi kita tak sama.
Salah satu dari kita, mungkin aku, mendengungkan lagu latar sebuah drama Korea,
yang kita santap bersama sarapan yang kumasak terlalu lama.
Salah satu lainnya, mungkin dirimu, membiarkan kata tersangkut di udara.
Kita memilih melakonkan cakrawala,
pada panggung yang arahnya jelas berbeda.

Kita, berdua
Kita tidak bicara.