26 Desember 2018
On 23.34 by anya-(aydwprdnya) in 30Hari Bercerita, Ex-Berliner, Friendship, Germany, Jerman, Journey to the West No comments
[11/30] THE CURIOUS CASE OF TILE WARD-HOUSE GALS
The first mysterious bouquet of flowers was found in front of this girls' flat door at one morning on last winter. It came with a note of a simple greeting and phone numbers. Those were ignored until the next bouquet appeared on the window the day after. That could be a gesture of admiration or could be not. Five cute girls were living in that flat, nothing was outlandish about the act of fondness. Thing started being creepy when more flowers kept coming. Most of them were placed outside the window facing directly to the street. One bouquet in the morning, disappeared during noon, replaced with another bouquet in the evening. In the other day, nothing until midday, one of those five girls came home to find that there was no flower, half an hour later when another girl out for work, there was another bouquet sitting there!
They never touch any of those flowers. Some weird sounds heard and occasional suspicious shadows through the windows were making things even scarier. One of those girls happened to make an eyes contact with the suspected doer. At the point they considered that mysterious (possibly) guy we called the Uwak Blumen (the flower man) as an act of terror, they reported the event to the landlord. A police report made, there was nothing the police could do as long as there was no physical contact. Fortunately, Uwak Blumen seemed to know what kind of trouble might he had if he continued the act. After the report filed, there were no flower bucket, note, noise over the window, or the leery of shadow. The case officially closed for the girls. Sometimes it still comes up in the middle of our kitchen conversation.
I know that flat since it was still empty with only one tenant living there. Then more people coming, we are happened to come from the same nationality (at least till some times ago). I would say that I am more than just an occasional visitor and the girls living there, they also never see me as a guest, with all the proper meaning. I know where to get a glass to drink my water or where to take some tea if I want to. I'm sure that I know how many plates do they have and where to find some herbs and spice to make my dish tasty. I witnessed much dramas happened in the house, the good times, the not so good times. I considered it as my second home. Home as in where I can just come and do my nap at any bed in there. Home as a place where I can always enjoy my home country dishes. Home as a warm tiny area in the middle of Berlin jungle which never fail to provide me some familiar faces, some eager ears, or just merely a warm hug. That's why, one of my invented wise words to survive Berlin is: when in doubt, take U9 to Hanzaplatz or any S to Tiergarten or bus 106 till Seestrasse, and ring a house at Tile-Wardenberg-Strasse, I would be fine.
* * *
Buket bunga misterius pertama ditemukan di depan pintu apartemen yang dihuni berlima, semuanya wanita, pada suatu pagi musim dingin yang lalu. Bunga tersbeut hadirnya bersama dengan selembar kertas dengan kalimat sapaan dan sebaris nomor telepon di atasnya. Bunga tersebut tidak begitu digubris hingga muncul buket kedua keesokan harinya. Bisa jadi bunga tersebut adalah bentuk kekaguman atau ada yang menaruh hati terhadap salah satu dari kelimanya, namun bisa juga tidak. Dengan situasi lima gadis manis tinggal di hunian yang sama, terasa sangat lumrah jika pada suatu ketika ada yang suka. Hal-hal mulai menakutkan ketika semakin banyak bunga yang berdatangan. Sebagian besarnya diletakkan di sisi luar jendela salah satu kamar yang menghadap langsung ke jalanan. Satu buket di pagi hari, menghilang kala siang, terganti dengan buket lainnya pada sore menjelang malam. Di hari yang lain, tidak ada hal aneh dari pagi hingga tengah hari, salah satu penghuni pulang ke rumah tanpa mendapati bunga apa pun, setengah jam kemudianpenghuni lain keluar rumah untuk bekerja, dan lagi-lagi bunga itu ada!
Mereka memutuskan untuk tidak menyentuh bunga-bunga yang berdatangan. Selain bunga, suara-suara aneh dekat jendela dan bayangan yang kerap muncul tiba-tiba menambah cekam suasana. Salah satu penghuni bahkan sempat beradu mata dengan kemungkinan pelaku yang kami sebut sebagai Uwak Blumen (Blumen=bunga). Kasus ini mulai terhitung sebagai teror hingga diputuskan untuk melaporkannya kepada landlord (bisa disebut sebagai bapak kost). Oleh bapak kost, diproses lah laporan ke kantor polisi walaupun polisi tidak dapat melakukan tindakan apa pun kecuali ada kontak yang sifatnya fisik. Manjur, Uwak Blumen tidak melakukan aksi lanjutan, mungkin menyadari apa yang bisa terjadi jika persisten meneror penghuni apartemen. Situasi kembali aman terkendali, sesekali kami masih membicarakan insiden Uwak Blumen sembari bercakap di dapur menikmati roti.
Tentang flat ini, aku mengenalnya sejak isinya masih satu penghuni saja. Lebih banyak yang datang, semuanya anak Indonesia (setidaknya hingga beberapa saat yang lalu). Aku dengan percaya diri akan mengaku bahwa aku bukan sekadar tamu, pun para penghuni juga tidak merasa begitu, dalam artian yang amelioratif (sesungguhnya aku pengunjung yang datang untuk makan). Dalam hal ini, aku tahu di mana dapat menemukan gelas untuk minum atau kotak teh mana yang boleh aku jarah. Aku yakin aku tahu berapa banyak piring dan mangkuk yang ada di rumah tersebut sebagaimana aku tahu di mana lemari tempat menyimpan segala bumbu dapur jika aku memasak sesuatu. Aku menyaksikan begiru banyak drama, masa-masa indah, pun juga masa yang suram. Aku anggap flat ini adalah rumah kedua. Rumah yang di mana aku bisa datang kemudian tidur siang di salah satu kamar. Rumah yang identik dengan bau masakan khas Indonesia. Rumah yang dalam bentuk blok kecil dari belantara Berlin di mana dapat ditemukan wajah-wajah familiar, telinga yang mendengar, atau sekadar pelukan hangat. Oleh karenanya, salah satu kata-kata mutiara yang aku pegang di sini adalah: jikalau meragu, pergilah dengan U9 ke Hanzaplatz atau S-bahn mana saja menuju Tiergarten atau bus nomor 106 sampai Seestrasse, pencet bel di salah satu rumah di jalan Tile Wardenberg, niscaya aku akan baik saja.
Sekian.
A.
📷 In frame: two of those five Tile-Ward gals
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup
0 comments:
Posting Komentar