3 Juni 2015
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah bolak-balik membuka sosial media lewat ponsel. Berpindah dari beranda Facebook, singgah sebentar di SoundCloud, cek pembaharuan terkini BBM, geser atas bawah linimasa Twitter, balas pesan WhatsApp yang lupa dibalas, main-main ke blog teman-teman. Kebetulan saja aku tidak punya akun Path dan tidak aktif di Instagram, kalau iya, bertambah panjanglah 'rute jelajah' antesomne-ku. Haha, bukan kebiasaan yang baik memang. Aku sangat mengerti bahwa pendaran cahaya ponsel tidak membantu meningkatkan kualitas tidurku. Tapi yah..mau bagaimana lagi, akhir-akhir ini semakin sulit menyapa teman di dunia nyata, juga aku sering ketinggalan berita (--> banyak alasan plus curahan hati terselubung).
Oke. Jadi intinya adalah, aku meluangkan waktu untuk media sosial.
Belakangan ini ada beberapa topik yang naik daun. Salah satunya adalah koar-koar pengguna sosial media yang memamerkan keunggulan generasi 90an sebagai generasi paling kece. Sebagai tambahan saja, topik ini bersaing ketat dengan populernya meme dan jargon 'gue mah gitu orangnya', 'aku mah apa atuh', dan mulai melewati popularitas '...disitu saya merasa sedih' (turut sedih ya bu polwan), atau tagar lokal '#jaen idup di Bali'. Ya, sekali lagi, orang-orang yang menyebut diri generasi 90an (termasuk juga yang mengaku-ngaku generasi 90an, dan agak memaksakan diri masuk sebagai generasi 90an) saling pamer keindahan masa jaya 90an yang katanya tidak ditemukan, menjadi langka, atau bahkan punah di periode generasi seterusnya. Segalanya, mulai dari makanan anak populer, permainan, konsol game zaman dodol, tokoh kartun, serial televisi...hingga gimmick konyol yang hanya Tuhan dan anak 90an yang memahami apa faedahnya (contoh: meramal jumlah anak dengan metode memencet bagian pangkal telapak tangan.) Woww...apa benar generasi 90an seindah, sehebat, sekeren itu?
Jelas aku tidak akan menyanggah. Masa di tahun 1990-an ke atas adalah masa yang indah sekali, khususnya bagiku. Bagaimana tidak, kalau masalah klaim hak paten (hmm..maafkan penggunaan frasa ini) generasi 90an, aku mantap mengatakan aku anak 90an sejati. Lahir tepat di tahun 1990. Masa keemasan (gold periode) 1000hari pertamaku dimulai di tahun 1990, masa kanak-kanakku sebelum puber kuhabiskan di sepanjang periode 1990-2000, kurang 90an apa coba diriku ini? Segala postingan tentang nostalgia anak 90an aku baca sambil manggut-manggut rindu. Jadi, apa masa kecilku bahagia? Ya. Apa masa 90an adalah masa yang indah? Exactly ya! Lalu, apa generasi 90an lebih baik daripada generasi lainnya? Hm, belum tentu.
Mayoritas postingan generasi 90an yang aku baca diikuti dengan keprihatinan tentang degradasi yang dialami generasi selanjutnya dan peringatan agar generasi lain 'belajar' merasakan senangnya hidup seperti halnya dengan generasi 90an. Jujur saja aku merasa sangat tidak adil, menganaktirikan generasi yang satu, meng-istri-muda-kan generasi yang lainnya, men-teman-tapi-mesra-kan generasi sebelahnya (eh!). Bagaimanapun, generasi 90an adalah representasi dari generasi sebelumnya dengan sedikit reparasi teknologi, sekaligus masinis bagi generasi selanjutnya yang lesatannya menyaingi Shinkansen Kereta api Bandung-Surabaya. Jadi kalau keretanya terlambat, mogok, atau salah jurusan, apa masinisnya boleh lepas tangan begitu saja?
Ini opini pribadi saja sih. Kita seringkali mengeluhkan perilaku anak-anak sekarang yang kita anggap 'beda sekali dibandingkan dengan zaman 90an dulu'. Namun kita menyangkal, perilaku dan karakter yang kita sebut berbeda itu merupakan hasil dari 'reparasi' oleh generasi 90an itu sendiri. Kita terlalu malu mengakui bahwa kita gagal mewariskan keindahan masa 90an, gagal melestarikan sisi-sisi hidup yang dengan egois hanya kita nikmati dengan batas penanggal 1 Januari 1990-31 Desember 1999. Kemudian yang kita lakukan bukannya berusaha membangun kembali kejayaan masa itu, melainkan menyudutkan mental anak-anak masa sekarang. Bagi yang bertujuan non-nostalgia, apa sebenarnya yang kita harapkan? Buruk yang kita lihat di generasi masa kini, bukankah mereka adik-adik kita juga? Mereka keponakan-keponakan kita, kerabat kita, beberapa malah anak kita sendiri (agak njlebb di tiga kata terakhir -.-"). Sudahkah kita memberikan contoh yang baik sebagai generasi yang katanya generasi paling bahagia?
Anak-anak sekarang jarang yang main lompat karet, petak umpet, galah... Sudahkah kita memfasilitasi mereka dengan halaman dan tanah lapang yang cukup luas? Ataukah halaman sudah terlalu sempit oleh bangunan, dan kalaupun ada lahan kosong dimanfaatkan sebagai areal parkiran?
Anak-anak sekarang tidak ada yang mendongak ke atas sambil teriak-teriak minta uang setiap ada pesawat yang menderu lewat di angkasa. Apa mereka sudah kita beri kesempatan bermain di bawah langit biru? Atau mereka terlalu sibuk dengan jam sekolah yang estafet dengan les ini-itu?
Anak-anak sekarang tidak mengenal apa itu mengantre di wartel atau benda yang disebut telepon umum koin/kartu. Jangan-jangan karena kitanya yang terlalu sayang dan khawatir sampai-sampai membelikan anak-anak gadget bahkan ketika mereka belum bisa menggenggam benda dengan mantap apalagi membaca dan mengerti aplikasi.
Anak-anak sekarang tidak tahu apa itu layar tancap yang menontonnya gratis di tanah lapang hanya dengan satu aturan: gerimis, ya bubar. Sudahkah kita membatasi waktu anak menonton televisi? Atau justru membiarkan saja mereka menonton sesuka hati, kemudian ketika perilaku anak berubah kasar dan agresif beramai-ramai menghujat siaran televisi?
Anak-anak sekarang nyanyinya lagu cinta-cintaan. Hey, sehari-hari, apa kita mengajarkan mereka dendang lagu Pelangi, Aku Sayang Ibu, Balonku...atau ,malah kita latih intensif untuk goyang Dumang?
Anak-anak sekarang tidak hapal Pancasila, tidak paham apa isi pembukaan UUD1945, boro-boro ingat pasal-pasalnya. Hayoo..kita sendiri apa masih lancar melafalkan Pancasila? Apa semangat mendorong anak ikut upacara bendera?
Wah...setelah membaca ulang bait-bait tulisan sendiri, berpikir lagi, anak-anak sekarang kasihan bukan karena mereka lahir post era 90an, melainkan karena mereka punya generasi pendahulu yang seperti aku ini. Apa sih contoh baik yang sudah aku lakukan untuk adik, ponakan, dan anak-anak di sekitarku?
Tiba-tiba teringat kata bapak dan ibu, jelas mereka bukan generasi sembilan puluh, namun menjadi saksi kelahiran generasi 90an.
"Bapak sukanya Ebiet G. Ade, ngefansnya dulu sama Broery Marantika, terus lagu-lagu zaman dulu enak-enak. Sampai puluhan tahun juga masih bisa dinikmati. Tapi Bapak suka juga dengerin yang ini..(kebetulan lagi denger lagu Sheila on 7 di radio) apa nama penyanyinya, beliin besok CDnya, Dek."
"Ini sinetron sekarang aneh-aneh, semua bisa berubah jadi macan. Ibu sih nonton sinetron sama gosip tetep doyan, namanya juga ibu-ibu. Serial yang kayak Baywatch, McGyver udah nggak ada lagi (OMG, Mom...) Tapi sekarang sumber film kan udah bisa di internet ya..cariin ibu Sokola Rimba, De. Sama kalau ada film tentang bidan-bidan gitu.."
Hm..mereka yang berhasil merawat anak 90an macam aku atau aku yang gagal menjadi toleran dan lebih konstruktif layaknya mereka?
Yuk, sama-sama berusaha jadi contoh yang baik bagi anak-anak dan adik-adik kita agar wacana generasi 90an bukan hanya legenda dan kejayaan masa lalu saja. Beri mereka ruang untuk menjadi bangga dengan masa yang mereka punya.
[Teruntuk bagi semua yang pernah mengecap manisnya permen Trebor T-drop,
Salam sayang]
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup
stelah dibaca sampe berulang kali, ku bsa pastiin ni Tulisan bner adanya. kdag kita yg hidup d era 90an lupa kasi panutan bwt generasi 2000an, Nice article.
BalasHapusWah tulisannya bagus gan, boleh gak saya post di kaskus? Saya akan mencantumkan penulis dan website nya kok gan
BalasHapus