Defect, anomali...and perspective

29 Februari 2012

On 00.08 by anya-(aydwprdnya) in ,    No comments
Ini semacam oleh-oleh dari satu lagi film yang baru-baru ini aku tonton. Judulnya Real Steel, disutradarai oleh Shawn Lary, dan dibintangi oleh Hugh Jackman. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa jalan cerita dari film ini akan menyisakan bahan pemikiran yang cukup emosional bagiku. Ekspektasi awalku mengenai film ini adalah sesuai dengan judulnya (Real Steel= The Steel(s) that are real), jadi semacam film laga yang melibatkan robot-robot futuristik. Yah, harapanku tidak sepenuhnya salah hanya saja peristiwa yang banyak terjadi akhir-akhir ini membuatku tidak bisa menikmati Real Steel ini sebagai slightly-increasing-your-adrenaline-movie. Oh, iya...walaupun aku melabel film ini sebagai recommended movie, tapi aku tegaskan bahwa tulisan ini bukanlah resensi.




Menjadi Pemenang Dalam Arti yang Sebenarnya.
Ini hanya sepetik pelajaran hidup (katakanlah demikian) yang aku petik dari film ini. Mau tidak mau aku menengok kembali caraku melihat hidup dan memahami keunggulan dalam beberapa tahun terakhir ini. Bagaimana aku mengartikan kemenangan sebagai hasil eksak dari sebuah kompetisi. Bagaimana aku menghindari kegagalan hanya demi menutupi kelemahan hati. Pada akhirnya, ternyata kemenangan itu adalah saat kita menggenggam hasil terbaik setelah melakukan usaha terbaik yang kita mampu. Walau benda terakhir yang kita genggam itu hanya seberkas debu dan peluh, walau suara terakhir yang terbisik adalah sesal dan keluh. Walaupun benda itu bukan medali yang kasat mata bisa kita tunjukkan pada siapapun disana. 




Yah, sekali lagi ini pengaruh besar dari berbagai momen dramatis yang terjadi dalam radius pribadiku saja. Dalam tingkat kesadaran compos mentis aku mengakui bagaimana kadang aku menjadi terobsesi pada prasasti dan medali, dalam bahasa lain aku lebih sering menginginkan benda yang memang dapat disentuh dunia. Logika sederhanaku, kalau benda itu nyata, maka orang lain akan mengakuinya. Kenyataannya, tidak semua kemenangan itu nyata. Tidak semua kemenangan adalah hasil dari sebuah usaha. Zaman ini kemenangan bisa dibeli. Zaman ini kemenangan dapat ditukar dengan harga diri. Pertanyaannya, kemenangan macam apa yang ingin kita miliki. 

Jangan salah sangka bahwa tulisan ini tercipta karena kegagalan pertama. Sama sekali bukan. Aku pernah gagal bahkan mungkin ribuan kali. Namun sama halnya dengan cita rasa khas dari tangan chef yang berbeda, tiap kekalahan dan kegagalan itu tidak pernah sama satu dengan lainnya. Kekalahan dan kegagalan itu istimewa, karena itu hidup kita bisa menjadi begitu kaya.

*   *   *
Beberapa waktu yang lalu aku tenggelam dalam fase dimana aku merasa telah jadi orang kalah nomor wahid. Tidak ada medali. Tidak ada medali. Sekali lagi tidak ada medali. 
Banyak hal yang menginterupsi kepedihanku, beberapa orang, termasuk film yang aku tonton. Saat itulah aku sadar, jauh sebelum hasil entah sebagai pemenang atau bukan ini dilegalisir, terlepas dari aku berhasil atau gagal, ternyata bagi beberapa orang aku tetaplah pemenang. Aku harap aku bisa selalu tampil sebagai pemenang bagi lebih banyak orang, walaupun saat itu tidak ada sekeping medali pun yang aku genggam.


Ah ya, aku menyimpan sedikit catatan untuk semua pemenang yang masih berpura-pura menang,
Please people, I expect more from you. I spent a lot in competing against many rivals and learnt about self sacrifice and dedication. But still, for the next, I do expect some willingness to compete fairly.

0 comments:

Posting Komentar