8 Mei 2018
Mencintai satu bahan makanan adalah suatu persoalan di antara banyak persoalan lainnya. Kita tidak akan pernah memaksa lidah untuk setia, kemudian di hari yang sama menghujatnya sebagai peselingkuh di hadapan media. Hanya saja kadang kita yang tidak ingin mengerti, rasa adalah selalu tentang preferensi. Sejauh yang kita mampu adalah berasumsi; tentang tangan yang meraciknya misalnya, tentang kapan pertama mengecapnya misalnya, tentang... akh..bagaimana mungkin Engkau tidak melarangku mengetikkan segala misal yang kita sama tahu tidak pernah akan berkesudahan.
Masakan ibu adalah yang terbaik. Aku tahu pasti, tidak akan ada yang menyangkalnya, tidak ada yang punya hati untuk itu. Tapi hidup ini tidak digariskan demi membahas yang pasti, atau yang tidak terbantahkan. Jika iya, mungkin setiap hariku akan terisi dengan doa agar dapat segera moksa. Hidup ini, setidaknya hidupku, bertahan terapung hanya karena mempertahankan idealisme konyol yang bisa patah hanya dalam satu petikan senar. Di lain waktu, demi menyangga massa-massa tak bertuan yang beterbangan di jalanan. Maka, tanpa mengurangi cintaku pada ibuku, hari ini, sama seperti hari lain sejak bulan delapan tahun yang lalu, tidak ada masakan ibu.
Hari ini adalah tentang rebung, yang juga tidak hadir, kecuali di pikiran acakku. Musim semi minggu ketiga, cuaca cerah, udara gerah di luar jendela dan aku memikirkan tentang rebung. Ya, rebung yang sama dengan yang hampir tidak pernah aku suka. Aku tidak suka rebung, Engkau tahu, aromanya yang terlalu kuat jarang bisa diselamatkan oleh rasanya yang konon bisa nikmat. Aku tidak suka rebung. Tapi aku masih ingat bagaimana aku luluh bersamamu setiap kali Engkau membawaku ke kedai Loempia Semarang yang tersohor se-ibu kota. Suara yang sering nyinyir di kepalaku bersorak terlalu kencang hingga gendang telingaku seperti digedor dari dalam, "Dungu! Itu namanya cinta". Aku tidak menyangkal, itu cinta. Padamu tentunya, bukan pada rebung.
Aku tidak suka dan mengubahnya karena aku tahu Engkau suka, semata-mata agar padaku yang telah suka pun Engkau akan suka. Lihat, beginilah akibatnya jika terlalu banyak suara yang bermain, berselancar, bahkan berdiam di organ-organmu. Tapi...aku tidak ingin memaksamu agar jatuh suka pada apa yang aku suka, hanya agar rasa sukaku padamu lestari. Yang mana kemudian berujung pada kesalahan pertama, aku menghitung. Aku tidak pernah berhenti menghitung setelah gigitan rebung yang pertama, dan kedua, dan seterusnya. Kesalahan besar pertama yang kemudian menyeretku pada kesalahan-kesalahan berikutnya. Ini seperti matematika, yang mana aku salah pada formula pertama, dan Engkau tahu apa yang terjadi selanjutnya. Aku menghitung sampai aku tahu, dalam cinta, kita tidak mengenal angka. Sayangnya, setelah bertahun-tahun, berhitung telah menjadi perkara otonom, tidak ada yang bisa membuatku berhenti.
Kita tidak makan rebung bersama lagi walaupun sel-sel penghitung di tubuhku tetap otonomi, hanya saja aku biarkan dengan harapan mereka akan segera atropi. Jika pun nanti aku kembali, entah apa aku masih bisa menikmati rebung di dalam loempia, atau rebung dalam masakan lainnya. Mungkin saja aku malah mulai menghitung keju dalam paprika.
Tentu aku suka rebung yang dimasak oleh ibu, karena...karena itu masakan ibu. Tapi rebung lainnya, Engkau tahu, jika tidak ada perasaan besar di baliknya maka aku lebih baik mulai belajar menghitung dengan cara yang berbeda.
Berlin,
Beberapa saat sebelum tabir surya,
A.
Loving a foodstuff is a
matter among many other more critical problems. We would never ask our taste
buds to be faithful and then judge them as cheaters in front of public on
the very same day. It is just; we do not
want to understand that taste is always about preference. As far as we could assume; about the hands who created it for
example, about our first time tasting it for another example, and about…ouch, how could nobody stop me from typing
every epitome which we both know would
never come to an end?
Mom’s cooking is the
best. I know for sure that nobody would
object that, none has any blue heart to do so. However,
life does not mean to ensure the certitude or conviction. If yes, I might fill my
days with an uninterrupted row of prayer
for immediate moksa. This life, at least mine, make a stand above some ridiculous vulnerable idealisms that may break
just by a touch on a guitar string. In the other time, it holds on to some no
man’s masses that float in this big city air. So, without any intention to
degrade the love to our moms, today is just like the other days
since the eighth month of last year, no mom’s cooking.
Today is about bamboo
sprout, which is not present here, except
inside my random mind. The third week of
spring, bright sunny weather, the slightly hot
temperature outside the window, and I am
thinking about bamboo shoots. Yeah, the same bamboo shoot I almost never like. You know, its strong smell is barely saved by
its taste, which said to be savory. Eating
bamboo sprout is not my thing. However, I
could still remember how did this stone hard
feeling melt away and followed you
every time you went to that famous Loempia
Semarang stall in the town. The sneery sounds in this heads spoke loudly
almost break the wall inside my ears, “Foolish! You
called that love.” I would not deny, that
was love. To you of course, not to the
bamboo sprout.
I did not like;
then I changed because I know that you
like so that you might be like me that
like it. See, this is what happened if you
had too many voices playing, surfing, or even standing fixed silently in your organs. However,
I did not want to push you to like the things that I love to
sustain the feeling you might have toward
me. It turned
out, I made my first substantial mistake
which then led to others, I count. I could not stop to count since, after my first bite of bamboo sprout, then the second
bite, then the eternal next. It was turned into math, conceptually. For
instance, I have started with a very
wrong formula, and we all know what happened after. I keep counting, to the point that I realized,
in love, there is no number.
Unfortunately, after years, counting has become
autonomous, none could stop this counting system
has been built.
We do not eat bamboo
sprout together again for a long time,
even though the neglected counting cells inside me
are still autonomous. I would let them be
with the hope that one lucky day, they
will start being atrophy. If, let’s say if
I would be back again, I do not know if I still possess that tenacity to enjoy the bamboo sprout, in loempia or other bamboo sprout dishes. Maybe in the meanwhile, I am having another count on cheese stuffed bell peppers.
Of course, I
would like the bamboo sprout dish cooked by my
mom, because…just because. But for another
kind, you know, it requires a huge huge feeling to motivate me so I
can learn how to count different way.
Berlin,
A minute before
sunscreen on,
A.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup
0 comments:
Posting Komentar