Defect, anomali...and perspective

26 Maret 2018


Hola! 

Masih dari Barcelona....lucunya, banyak hal mengingatkanku pada...rumah! 


Bagian kedua dari catatan edisi Barcelona ini lebih pada catatan pribadiku, yang penting sekaligus tidak penting, selama di berada di kota ini. 


  1. Jalanan di tengah kota Barcelona tidak bersudut. Bangunan yang terletak di titik temu antara dua jalan seperti dipotong atau di "di-crop". Aku sendiri tidak yakin alasan jelas di balik tata kota yang demikian rupa dimaksudkan untuk apa. Namun dari salah satu artikel yang pernah aku baca, konon dulunya pernah dicanangkan untuk moda transportasi tram dalam kota. Nah, karena tram membutuhkan radius lintas yang lebih lebar untuk berbelok, maka tercetuslah ide untuk "memotong" sudut-sudut blok. Kenyataannya hingga sekarang tram hanyalah sekadar wacana di kota ini. Konsekuensinya bagi pejalan kaki seperti aku, di setiap persimpangan kita harus melipir sedikit ke jalan berikutnya jika ingin menyeberang jalan.  
  2. Nah, perihal menyeberang jalan. Ini harus aku bahas karena tata cara menyeberangnya sangat Asia Tenggara (sebisa mungkin aku tidak menyebut sangat Indonesia). Menyeberang jalan di Barcelona, prioritas adalah toleh kanan-kiri, masalah lampu lalu lintas adalah nomor sekian. Untuk aku yang selalu bermasalah dengan menyeberang jalan (bahkan ketika masih di Bali, payah!) ini bukan berita baik. Beberapa kali aku merasa seperti orang bodoh karena menunggu tanda lampu hijau penyeberang jalan menyala. 
  3. Motor diparkir, helm ditenteng kemana-mana. Hm..sounds familiar? Ini akan terdengar berlebihan, tapi selama beberapa bulan terakhir sangat jarang aku melihat helm, apalagi yang ditenteng hingga masuk mall. Di Uni Barcelona, bahkan dosen-dosen juga memajang helmnya di meja depan sepanjang kuliah berlangsung. 
  4. Must-see-spots sampai do-not-pass-corners. Dikenal sebagai kota wisata, aku harus bilang kalau sebagian besar areanya terkesan sangat turistik. Bangunan-bangunan tua, bernuansa gotik akibat pengaruh pendudukan Romawi di masa lampau, hingga fokus pada karya-karya Goudi dengan gayanya yang khas adalah barisan yang muncul jika kita mengetik di google image "enjoy Barcelona". Upside nya, objek-objek tersebut mudah diakses dari dalam kota dan uniknya bercampur baur dengan hunian penduduknya. Di sini aku harus mengklarifikasi sedikit bahwa aku bisa dibilang turis yang sedikit melenceng. Tentu sebagai penggemar bangunan tua aku juga mengisi checklist spot yang wajib dilihat dan dikunjungi. Namun dalam dua minggu ini, aku meluangkan banyak waktu untuk melihat sisi yang jarang ingin dilihat (sebagiannya tentu akibat keahlian membaca peta yang sedikit di bawah rata-rata). Maka, bisa dibilang aku tamat menjelajahi kota Barcelona; indahnya, semaraknya, bersahabatnya, bahayanya, sepinya, bahkan sudut kumuhnya. Aku bisa bilang begitu karena pada suatu malam yang seharusnya aku menikmati waktu bersama teman-teman, alih-alih menikmati tapas aku malah tersasar ke antah berantah dengan ponsel tanpa daya, sampai pada satu persimpangan ditawari mariyuana. 
  5. Aku tidak bisa memilih, tentang di kota mana mariyuana lebih hakiki, Amsterdam atau Barcelona. Di kota yang kusebut kedua, observasiku, aku bisa mencium aroma mariyuana dimana-mana dan di waktu kapan saja. Di zebra cross sesaat di depan Plaza Catalunya saat berangkat kampus pagi hari, di tepi pantai Barceloneta di sore cerah, di pintu masuk atau keluar Metro...seperti kubilang sebelumnya, di mana-mana dan kapan saja. 
  6. Barceloneta sampai Nude Beach. Kata orang-orang, karena aku lahir besar di Bali, standarku akan keindahan pantai relatif tinggi. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Mungkin standarku juga fleksibel, ketika mengunjungi pantai namun pemandangan utamanya justru abang-abang berkeringat di gym area yang transparan, atau ketika jalan terus dan terus seakan tak tahu tujuan padahal tahu pasti bahwa di ujung sana adalah nude beach. Welcome to Barcelona!   😎
  7. Jam biologis yang anomali. Bagaimana mungkin aku bisa menyesuaikan waktu makanku dengan lokal Barcelona? Tubuhku tidak akan pernah paham. Makan siang normal di Barca adalah setelah lewat pukul 14.00 dan jangan heran jika jam 10 malam, tetangga di apartement baru mulai kelontengan masak untuk makan malam. Beberapa restoran atau rumah makan juga memiliki jam operasional yang 'ajaib'.    
  8. Kota yang tak pernah dikejar waktu. Kata temanku, di Barcelona, tidak ada istilah pagi hari mengejar kereta dengan coffee to go di tangan. Dan memang benar, pagi terasa damai sekali, bahkan di jam berangkat kerja, kita masih bisa melihat orang-orang dengan tas kerja duduk manis menyeruput kopi di kedai sambil bercengkerama. 
  9. Kota yang memang tak berlari, namun juga sekaligus kota yang segera ingin sendiri. Adalah cerita panjang jika membahas mengenai asal muasal perjuangan kemerdekaan Catalonia dari Spanyol. Selama aku di sana pun masih kental aksi protes, unjuk rasa terhadap pemerintahan pusat. 
Daftar yang mungkin akan bertambah lagi.




    Placa Reial, 20 Maret 2018


    0 comments:

    Posting Komentar