Defect, anomali...and perspective

12 Januari 2018

On 16.28 by anya-(aydwprdnya) in , ,    No comments
Ada suatu tempo yang spesifik dimana otakmu gagal memaklumi apa yang Kau ingini sementara segala kendali diambil alih oleh kaki. Ya, kau tentu pahami, sepasang kaki cendekia yang tahu segalanya. Kaki yang membawaku naik dan turun kereta. Kaki yang pernah berjanji untuk mengikutimu berbelok entah kanan atau kiri. Kaki yang selalu Kau telanjangi, setiap kali aku bergerak pergi. Tapi toh nyatanya kaki ini terlalu keras kepala (frasa ini terasa aneh karena kita sedang membicarakan tentang kaki), kaki yang tak bisa menuruti apa yang Kau suka, kaki yang menari dalam dentuman luka. Sore tadi kaki yang sama membawaku masuk dari satu toko ke toko lainnya, semata-mata karena otakku menolak untuk bekerja namun menginginkan dopamin instan dengan semena-mena. Ia mendapatkannya! Dalam sebuah tas jinjing kecil yang harus kubayar dengan 50 sen ekstra. Namun kaki tidak ambil pusing, ia tidak ingin tahu berapa uang yang melayang dari kantongku. Ia hanya tahu bagaimana menggesek hangat bagian dalam sepatu, yang konstan walaupun tidak mengikuti rumus baku. Ah, tahukah Kau, betapa riuhnya sore ini dengan kesendirianku dan juga perang dingin (sedingin udara kota sore tadi) antara penggila buku dan penikmat sepatu; kepala dan kakiku. 

Aku tiba di sebuah taman. Aku menjilat sekilas ujung telunjuk dan mengacungkannya ke udara, bermaksud menyapa angin dan menguntit arahnya. Seperti berkompromi dengan angin, seorang asing lebih dahulu menyapa. "Maaf, menunggu lama..", ucapnya. Telingaku masih tersumbat earphone yang entah sejak kapan sudah tidak menyalurkan suara. Aku menatapnya heran, aku tidak menunggu siapa-siapa. Pun aku tidak berencana kemana-mana. Seperti yang Kau duga, otakku kehilangan dominasinya hingga teguk espresso yang kedua. Aku dan Seorang Asing bertukar cerita, tentang apa saja dari hal yang paling tetek hingga hal yang kelewat bengek. Juga perihal benda-benda yang terbangnya ngalor sampai yang tidurnya ngidul. Kalau Kau percaya bahwa aku mencintai Tuhan di atas segalanya, maka gelas-gelas kopi yang kosong adalah saksinya. 

Aku di atas kereta, Seorang Asing juga. Hey! Ini kereta yang membawaku ke arah yang tidak semestinya! Tapi ini satu malam sebelum sabtu, dan kafein gagal mengembalikan fungsi otakku, dan Seorang Asing mulai merayu. Aku tidak menemukan apa-apa, sama seperti ujung jemariku, hatiku mati rasa. Aku biarkan saja Seorang Asing meracau seenaknya. Aku tahu, kami tidak akan kemana-mana.

Aku di salah satu kafe Shisha di sudut jalan yang hanya kakiku yang tahu ini dimana, Seorang Asing juga. Tidak satupun dari kami adalah penikmat Shisha (sebuah tanya kenapa di tempat ini kami tiba), dan kami mengulang hal yang sama, berbicara. Berbicara sambil menangkapi aneka rupa aroma asap dan udara yang keluar masuk dari paru-paru berbagai manusia. 
  • Aku ingin melihat ke dalam matanya yang berwarna sama denganku.
  • Aku merasakan napasnya sedikit di atas garis dagu.
  • Aku melupakan ponsel di jendela toilet kafe itu. 
  • Kami berdiri dan menari
  • Dengan musik dan gerakan yang tidak selaras sama sekali
  • Dengan degup jantungnya yang dirasakan makin keras dan cepat oleh telapak tanganku.
  • Ponselku kembali
  • Ponselnya hampir mati.
-Aku berusaha. Aku tidak merasakan apa-apa. Kami tidak kemana-mana.-

Kami berdiri di persimpangan yang memisahkan kafe Shisha dengan apartemen Seorang Asing (terjawab sudah mengapa). "Ingin minum sesuatu?",ajakan terakhirnya sebelum aku meninggalkan deretan nomor di ingatannya. Aku berusaha. Tapi aku tetap tidak merasakan apa-apa. Kami tidak kemana-mana. Hangat di pipi kananku pun tak menunggu detik untuk hilang tak bersisa. 

Ini kota yang selalu menyimpan cadangan dimensi tak terduga. Segala yang berlalu sore tadi adalah hal yang biasa. Aku pun berkeyakinan, tentang Seorang Asing, bahwa sebentar lagi aku akan lupa. Aku tiba di rumah,sambil memasukkan anak kunci kutatap bayanganku sendiri memantul di permukaan kaca, aku menemukan Seorang Asing menatap tepat di lintasan mataku melihatnya. 

Mungkin aku tidak akan lupa.
(Mungkin aku tidak gila.)

Hanya salah satu malam di hari Jumat.  

A.

0 comments:

Posting Komentar