Defect, anomali...and perspective

24 Agustus 2016

On 17.50 by anya-(aydwprdnya) in , ,    No comments
Konon katanya, dalam salah satu dari 13 partisi Confessions, St. Augustine mempertanyakan sebuah retorika massal;
apa itu waktu? 
Ternyata teka-teki gasal, universalitas yang belakangan menyerah pada fisika, benda-benda kosmotik, hingga teori psikologis, telah hadir dan dipertanyakan sejak masa 400 tahun sebelum masehi. Atau mungkin lebih tua lagi. 

Tenang saja, kita akan menyerah dari mendefinisikan waktu, tidak akan ada kutipan mengenai perdebatan Plato dan Aristoteles mengenai hal apapun itu. Mereka melelahkan, lagipula manusia modern masa kini sudah cukup manusia, bahkan dengan mengakuisisi peran sebagai obyek proyeksi dari argumen-argumen yang tak ada habisnya. 

Bicara tentang menjadi manusia modern, seseorang ini terpaku pada lantunan Titi Kala Mangsa, memantik paradoks tentang konsep jadul-modern, menunggu-ditunggu, menunggu-meragu. 


Ya, seseorang berusaha mengalihkan keringat samar dan gemetar tipis yang mengikuti beberapa mimpi buruknya akhir-akhir ini. Menyenangkan mengetahui salah satu pengalihannya adalah linimasa Sujiwo Tejo yang mengaburkan dua hal yang jauh jaraknya: jancuk dan aksiologi cinta. [Seseorang itu kini hampir mengimbangi ke-jancuk-annya. Kegilaan yang menenangkan seperti senja. Ada latar nada Pada Suatu Ketika, kelima kalinya.]
*   *   *
Entah studi ilmiah macam apa yang dirampungkan oleh Albert Camus (tidak semua orang hidup untuk menggemari filsafat Perancis) hingga ia berakhir pada simpulan bahwa hidup manusia itu absurd. Di sini, seseorang menolak untuk setuju. 

Sebagai seseorang yang tengah menunggu dikala ia tak ingin menunggu, persepsi rutin pagi harimu akan berwujud waktu yang melambat, memuai, terhenti, dan di saat yang sama ia berlari, mengejar. 
"Sudahlah Id, seberapa kalipun seseorang ini terbanting secara egosentris, tetap tidak akan membiarkanmu meraih ippon." 
Bukankah Mother Teresa juga dibuat menunggu sebelum menjadi malaikat yang kita kenal hingga hari ini? Abaikan, hanya sebuah interpretasi kasar yang terpungut dari alinea-alinea dalam Come Me by Light.

Di antara makna yang terpostulasi dari segala tunggu, seseorang berusaha memberi ruang dan arti seni pada meragu. 

Rentang Tunggu, 25 Agustus 2016
(Dengan janji atas sebuah penjelasan yang mudah-mudahan akan seseorang ini tepati). 

0 comments:

Posting Komentar