Defect, anomali...and perspective

5 Januari 2015

On 20.31 by anya-(aydwprdnya)   No comments
Aku punya sebuah kotak make up. Iya, serius.
Ini sedikit cerita dari dalamnya.

Judulnya saja kotak make up. Nyatanya isinya tidak dimaksudkan untuk make-my-anything-up. Yah, terakhir aku cek isinya tidak ada yang aneh. Yang secara de facto aku gunakan: krim muka kode nomor dua (untuk kulit tipe berminyak dengan riwayat jerawat kambuhan), pelembab dengan SPF 15, bedak tabur dengan antiseptik, dan lipbalm. Tapi aku sengaja menambahkan eyeliner (yang selalu gagal kupakai sejak percobaan pertama), maskara (produk warisan yang tertinggal di kost sejak kakakku menikah dan pindah domisili), ultra foundation (ditodong beli oleh sepupu yang berkutat dengan MLM), dan juga eyeshadow dengan kombinasi warna yang entahlah....yang nyatanya tidak pernah aku gunakan.

Seberapa sering sih, kita (aku) bertingkah menipu diri sendiri?
Seperti cerita dari dalam kotak make up ini.
Bahkan membeli kotak make up ini pun aku akui sebagai penipuan mendasar yg aku lakukan. Kisahnya, tahun-tahun koas, banyak kegiatan merawat diri (baca: mandi seadanya) harus dilakukan di rumah sakit. Praktis, segala perkakas rias (yang secuil tadi) harus aku bawa. Aku secara pribadi tidak terganggu dengan kebiasaan membawa perlengkapanku itu dengan kantong plastik biasa. Ya, kantong plastik yang sama yang digunakan untuk membungkus ote-ote atau tahu isi. Kadang warna hitam, kadang oleh-oleh belanja roti di Indomaret atau CircleK. Tambahan lagi, dalam satu tas plastik semuanya bergabung, termasuk sikat gigi, odol, dan sabun mandi. Praktis. Namun ternyata, di mata teman-teman, kebiasaanku itu lumayan menyayat hati. Miris, katanya.

"Duh, pakai je tas make-up yang lebih layak pakai, Nya!"
"Kenapa digabung gitu, Nya? Rusak nanti krimnya."
"Nyanya..jangan kayak orang susah deh!"
....dst.dll.dsb.

Dan begitulah, dengan dukungan semesta, terbelilah kotak make-up, yang sekali lagi tidak memberi andil dalam making-up-mine dan sejak hari pertama aku bingung harus diisi apa.


Sebagian besar isinya hanya pencitraan semata.


*   *   *

Ironinya hampir mirip dengan kenyataan bahwa setiap hari aku memadankan warna pakaian dalam (memastikan celana dalam dan bra yang kupakai menempel di badan dengan tone warna yang senada). Tujuannya apa? Kepuasan dua menit mematut diri di depan cermin sebelum akhirnya ditutupi helaian kemeja dan celana yang kupikir juga tidak sebegitu anggunnya. (Tepat saat ini, yang kupakai bernada abu-abu). *Ya..ya..sangat esensial untuk diketahui -_-"

Tiba-tiba aku teringat aktivitas lab forensik masa koas. Pemeriksaan luar setiap jenazah yang teregister di sanctuary badan-kasar-only yang letaknya biasanya di belakang bangunan rumah sakit. (Sindiran tentang kematian yang selalu membelakangi hidup mungkin?) Ya, pemeriksaan luar, PL. Jangan-jangan kegiatan padu padan pakaian dalam ini antisipasi alam bawah sadarku kalau-kalau aku perlu di-PL (aku merinding).

Haha... Aku jadi seperti manusia kebanyakan yang takut membicarakan kematian. Padahal mati kan bukan hal yang tabu secara ketimuran seperti free sex atau sekadar duduk melamun di depan pintu. (Aku curiga pikiranku banyak tercuci oleh kicauan Mbah Sujiwotejo).
Ini jadi melantur kemana-mana, padahal awalnya hanya lamunan di depan kaca.
Hanya saja. Kebetulan malam kemarin purnama.


Hanya bercerita, sambil mencoba membunuhi waktu.

0 comments:

Posting Komentar