Defect, anomali...and perspective

30 April 2013

On 09.07 by anya-(aydwprdnya) in , ,    No comments
Judul kali ini mungkin sedikit serius ya..
Mungkin akibat pengaruh analisa data yang kejar target minggu ini (maklum ya, kan koas..)
Tapi memang benar dan tidak bisa dipungkiri lagi, kisah tentang subyek penderita atau orang teraniaya memang paling sering diangkat dan ajaibnya seringkali menuai lebih banyak perhatian. Termasuk juga kisah tentang koas-koas ini. Jadi apa kita (koas) adalah subyek penderita? Atau pihak yang teraniaya?

Berbeda dengan judul yang sok serius, isi tulisan ini tidak seserius itu.
Berawal dari hasil observasi mendalam saat sore tadi sempat jalan-jalan ke Gramedia (sempet-sempetnya ya...kan koas..), baru sadar ternyata banyak hal yang terlewatkan. Macam timeline yang lama tak terbaca, isi Gramedia sepertinya baru semua. Diantara banyak buku-buku dan penulis-penulis baru, ternyata banyak yang mengangkat tentang suka duka hidup sebagai koas. Bukan hal yang baru sekali sih, tema ini mungkin memang menarik diangkat lewat novel 200an halaman. Khas sekali, bahasanya ringan, lucu beraroma konyol, membacanya memberi kemampuan ekstra untuk menertawakan diri sendiri seperti menertawakan orang lain. Beberapa menampilkan orisinalitas, mungkin juga karena bisa dibilang pelopor penulisan bertema koas-koas-an, atau bisa juga karena sisi dan sudut pandang yang diangkat. Sebut saja Cado-cado atau Koas Racun. 

Namun seiring dengan keberhasilan buku-buku pelopor, bermunculanlah buku-buku setema dan serupa. Setema, karena jelas yang diangkat ya pada dasarnya ya cerita koas itu tadi. Serupa, karena sebagian besar muncul dengan cover yang rada-rada mirip: figur berjas putih (ceritanya koas) yang dikelilingi benda-benda medis, dilatari oleh lingkungan yang biasanya komikal. Membludaknya buku-buku setema-serupa tersebut memunculkan pertanyaan penelitian, apakah cerita koas begitu banyaknya hingga seakan tiada habisnya? Mari mengumpulkan data dengan populasi seluruh koas di seluruh FK di Indonesia.

Bukannya ingin memunculkan nada skeptis mengenai buku bertema koas. Namun, tren kemunculannya tidak berbanding dengan variasi dan kualitas humor yang ingin ditampilkan. Cerita tentang koas, ketika diejawantahkan lewat tulisan bergenre humor, terbukti mengeksitasi dan memunculkan hiburan segar baik bagi para koas maupun golongan non-koas. Manfaat lainnya adalah (1)menciptakan ilusi keindahan duniawi melalui cerita yang di-twist disana-sini dan (2)membuka mata dunia lewat beberapa fakta yang diselipkan "Jadi begini lho prosesnya sebelum jadi dokter". Setelah tren terlihat dan mulai melewati nilai median, yang ada adalah humoritas hambar, terutama diduga akibat faktor kurangnya kreativitas dalam pembawaan cerita.


Sebagai koas, tentu akan sangat senang bila kisahnya diangkat (atau terangkat lewat tulisan koas lain) dan dapat menghibur khalayak banyak. Namun di titik ini, sepertinya cerita-cerita tersebut lebih banyak direpetisi demi royalti dan mulai mengesampingkan tujuan awal itu sendiri. Alhasil, post-keliling Gramedia sore tadi, ada tanya yang mudah namun menyakitkan untuk dijawab. Apa kita (koas) adalah subyek penderita? Atau pihak yang teraniaya? Belakangan kisah koas menjadi sumber empuk eksploitasi, terus dikembangkan, walaupun melewati batas esensi.

Saya agak kecewa.

[Saya tidak membeli satu pun buku sore tadi. Bukan karena kekecewaan saya di atas, melainkan lebih karena saya ada dalam mode hemat. Jadi kalau mode hemat kerjanya jalan ke toko buku buat baca di tempat? Yah, maklumlah...kan koas...]

0 comments:

Posting Komentar