Defect, anomali...and perspective

18 Juli 2012

On 08.05 by anya-(aydwprdnya) in , ,    No comments
Ada beragam tipe teman yang pernah aku kenal. Ada teman yang seperti deskripsi teman ideal, ada dalam suka dan duka. Ada teman yang hanya tampil saat hariku senang. Ada yang hanya tampil saat bintangku terang. Ada yang memujiku sambil menghujat orang lain di satu kesempatan, dan memuja orang lain sambil menginjakku di kesempatan yang lain. Ada yang menjadi teman berawal musuh, ada juga yang dulunya sangat dekat tapi akhir-akhir ini semakin jauh. Ada teman yang sering mencurahkan isi hati, menggenggam tangan sambil bercerita tentang masa yang telah lalu, meminjam pundak untuk bersandar, berbagi opini tentang baju model terbaru, melontarkan lelucon-lelucon yang senada, dan minum dari botol yang sama. Ada teman yang selalu meminjamkan pensil saat aku perlu, membayari makan siangku saat tidak ada sepeserpun di kantongku, atau menawari tumpangan saat aku tak tahu harus kemana. Jauh berbeda dari itu, tapi aku masih menyebutnya teman, hanya bersapa sambil lalu, beberapa bahkan tidak ingat namaku. Bagaimanapun, pada dasarnya aku bukanlah orang yang pemilih dalam berteman. Berteman bagiku adalah hubungan resiprok dimana ada makna yang lebih dalam dari sekadar membutuhkan dan dibutuhkan, bukan tentang jarak si kaya dan si miskin atau celah antara yang pintar dan yang bodoh. Mungkin juga karena saking tidak memiliki daya pilih, maka aku tidak pernah mengguratkan suatu borderline untuk setiap pertemanan yang pernah aku jalani. Asal pernah bertukar senyum, berbalas sapa, atau berjabat tangan...maka dialah teman.




Tanpa tahu apa sebenarnya maksud dari sebuah pertemanan? Siapa sesungguhnya "teman"? Bagaimana sikap yang benar dalam memperlakukan seorang teman?


"Someone whom you can share your secret with"

Aku masih ingat betul baris pertama dari sebuah puisi yang pernah aku tulis di bangku SMP. Kalau diingat-ingat lagi, rasanya dulu aku begitu naif. Bagaimana mungkin aku menggambarkan seorang teman hanya dari fungsinya sebagai kotak penyimpan rahasia? Mungkin benar, usia menentukan modifikasi alamiah sulkus dan girus otak kita, yang berarti menentukan perubahan daya dan cara pikir kita. Sekarang aku benar-benar tidak memahami teman sebagai penampung rahasia, atau karena akhir-akhir ini aku tidak memiliki cukup banyak rahasia. Jadi dari berbagai pengalaman pertemanan seperti tersebut di atas, mungkin "teman" dapat berbeda makna untuk orang yang berbeda, orang yang sama pada usia yang berbeda, bahkan orang yang sama usia yang sama tempat yang berbeda. 

Berteman untuk maksud tertentu terdengar sedikit kriminil namun pada kenyataannya tidak terhindarkan. Dalam pandangan kasarku, maksud pertemanan yang paling murni adalah yang seperti tertulis di lembaran surat sahabat pena saat usia sekolah dasar; "aku ingin berkenalan dan menambah teman dari seluruh penjuru Indonesia ". Kenyataannya kita selalu memiliki maksud lain di balik inisiasi pertemanan. Misal, berteman dengan senior tingkat agar dapat leluasa meminjam buku. Contoh lain, mendekatkan diri dengan seseorang karena ingin mengikuti kompetisi dimana orang tersebut pernah menjadi juaranya. (Contoh yang terasa seperti sebuah pengalaman pribadi :p)

Terakhir, bagaimana memperlakukan teman sebagai teman. Menurut pandangan hematku, berlakulah sebagaimana kita juga ingin diperlakukan oleh teman kita. Sederhana saja. Tapi pada kenyataannya, banyak orang yang lupa atau enggan melihat dari sudut pandang orang lain. Percayalah, apa yang bisa menyakiti kita juga sangat mungkin menyakiti orang lain.

Teman itu tidak terdeskripsikan dan memiliki makna yang sangat subyektif, personal, sekaligus sensitif. Sesungguhnya bagiku, teman itu adalah sebutan yang dihadiahkan oleh orang lain kepada kita. Mengutip salah satu pupuh terkenal, Pupuh Ginada:

"Eda ngaden awak bisa,
Depang anake ngadanin..."

yang kurang lebih berarti :

"Jangan menganggap diri mampu,
Biarlah orang lain yang menilai..."

Biarlah orang yang menilai, karena hadiah yang aku sebut diatas, sebenarnya adalah wujud penghargaan karena kita pantas disebut sebagai seorang teman.

*Tulisan ini tercipta dari perasaan-perasaan yang muncul hari-hari terakhir ini. Hari-hari dimana aku bisa merasakan bagaimana teman dapat bertindak selayaknya teman, dan melihat bagaimana seseorang yang asing datang merusak hariku dan masih menyebut dirinya sebagai seorang teman. 

0 comments:

Posting Komentar