4 Januari 2012
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, suasananya tak akan jauh dari lalu lintas ibu kota-padat,penuh,sesak. Mau bagaimana lagi, selalu ada momentum menarik di setiap hariku, terutama sejak kau masuk dalam kehidupanku. Lagipula aku tidak ingin dibatasi waktu. Waktu hanyalah sarana rekaan manusia untuk mempermudah hidup mereka saja. Karenanya aku memilih hari ini, hari kelima dari ambang tirai tahun yang baru saja terbuka. Bukan apa-apa, justru karena penanggal 5 di bulan Januari ini sama-sama bukan hari yang istimewa, baik untukku maupun dirimu. Bukan hari ulang tahunku, bukan hari pertama bertemu (sejujurnya aku lupa kapan itu), bukan pula hari jadi, hari batal, atau hari apa pun. Yah, di kehidupanku yang lain mungkin aku makan dari idealisme dan menyembah optimisme sebagai agama kedua. Namun, ada kalanya aku luluh pada tetek bengek romantisme dan kegalauan hati wanita di usia awal dua puluhan.
Mungkin kau masih ingat, saat sore berpayung langit biru dengan sedikit noda jingga tipis di mata angin barat, beralaskan hamparan rumput hijau, dan kita menatap langit. Melukis dengan pupil mata tegak lurus bumi, berkhayal sambil melihat awan putih berarak. Kau memaparkan kisah keperkasaan cumulonimbus hingga kelembutan cyrus ketika aku melihat gumpalan mirip kapas yang kubayangkan bergradasi tetesan air. Kemudian kita bermain pura-pura. Aku pura-pura melihat kelinci tepat di titik kau melihat naga. Aku melihat awan berbentuk angsa di arah dimana kau pura-pura membayangkan phoenix. Sore itu juga, kecil di antara rumput hijau dan langit biru, aku melihat perbedaan dari cara kita merefleksikan semesta. Aku adalah korban kenaifan indera dan analisa sederhana, sementara kau adalah perwujudan logika bergabung mitologi yang sangat kau suka.
Tahun begitu cepat berlalu, bukan begitu? Ternyata sudah empat tahun berlalu sejak kaleng minuman pertama yang kau bukakan untukku. Empat tahun juga sejak sentuhan tangan diam-diam pertama di perpustakaan sekolah. Empat tahun lebih untuk jam-jam pelajaran yang kita korupsi, jemputan pribadi yang lebih pagi, gambar perspektif yang selalu gagal aku kerjakan sendiri, hingga janji untuk tetap jadi rival sejati. Tidak setiap hari aku melihat masa-masa yang lewat lalu karena sekarang hidup kita penuh dengan mimpi sendiri, mimpi keluarga, dan mimpi kita. Yang lalu adalah menu baru yang hanya aku cicipi. Seperti kita yang gemar mencoba jenis-jenis makanan baru. Tapi kita hari ini bukan anak lima tahun yang harus dirayu gula-gula. Kita adalah langkah awal untuk menjadi dewasa ketika usia pertengahan seperti tak jauh lagi. Mimpi, masa depan, dan kemapanan adalah trilogi hidupku kini, apa sama denganmu?
Aku terbayang percakapan singkat yang mewarnai pagi dan terik mentari, aku sering berkata, "Kata orang...." kau selalu menjawab, "Untuk apa...?". Di petang yang lain aku mengeluh, "Sepertinya..." dan kau menyahut, "Coba dulu." Di waktu yang tak tentu kita saling berkata, "Apa mungkin?". Jawabnya menggema, "Tentu saja." Semua kekonyolanmu di sela kalimat-kalimat bodohku, itukah yang membuat kita bertahan?
Mereka bilang kita tertutup. Mereka melihat kita menyusuri jalanan berdua, menulis di buku yang sama, tertawa berdua setelah lelucon sunyi yang terlontar entah dari diriku atau dirimu. Mereka melihat kita berbisik, saling mencubit, dan kadang marah dalam diam. Tapi mereka tidak melihat bagaimana pikiranku terbuka dalam tiap detik yang aku habiskan denganmu. Mereka tidak tahu bagaimana lapang pandangku meluas dari celotehan derajat ringan hingga berat yang aku lakoni bersamamu. Aku merasa berada di koordinat yang tepat, memandang bumi dan hidup dengan lebih bebas. Lebih bebas dari Yuri Gagarin saat momentum pertamanya ke luar angkasa. Posisi paling strategis yang bisa digapai manusia yang tinggal di bumi ini.
Mereka bilang kita punya dunia sendiri. Mereka melihat kita duduk di kursi yang tersisa di kantin kampus saat jam makan siang. Mereka bisa melihat demi aku kau mengantre dan berteriak pada mesin fotocopy di lorong sempit. Mereka melihat kita berdebat di atas motor yang tanki bensinnya hampir kering. Tapi mereka tidak melihat dunia baru yang terbentuk secara imajiner dalam otakku. Mereka juga tidak melihat reaksi kita menonton tayangan Orang Pinggiran atau menghujat acara debat politik. Mereka tidak pernah tahu virtualitas yang muncul ketika cerita kita bertukar, dan pikiran kita memutar.
Ketika aku sibuk menjadi orang yang mendengarkan, kau penat menjadi orang yang berbuat.
Mereka pikir kita selalu bersama. Meluangkan waktu berdua dalam sebuah privasi yang romantis, atau intim, mungkin? Mereka pikir mereka tahu apa yang selalu kita lakukan saat berdua, mereka menebak, mengira-ngira. Bercumbu, membelai, merayu.
Mereka harusnya tahu, ketika bersama, aku menari, kau menari. Namun di tempat yang berbeda, demi hal yang berbeda. Tarianmu adalah tombol-tombol mungil yang tergerak harmoni, sementara milikku adalah huruf-huruf yang seringkali kupungut dalam sebuah randomisasi. Tarianmu mengerakkan karakter-karakter bias, kadang lucu-kadang menyebalkan, yang bahkan aku tidak bisa bedakan dalam persepsi nyata atau pun maya. Sementara ketika aku menggerakkan lengan-lengan diksi, aku ingin menghidupkan impian dalam berbagai argumen yang seringkali manusiawi. Karakter kecilmu hidup untuk melepaskan penat dan sebagai konsekuensi dari titik tengah bakat dan kelebihanmu. Dan dalam makna yang jelas berbeda, mempersenjatai diri dengan kata dan kalimat adalah upaya defensifku demi menghapus batasan linier dari suatu yang disebut keterbatasan.
Jelaslah perbedaan itu.
Menyesalkah kau? Aku tidak.
Aku ingin selalu berwarna seperti ini. Aku memang bukan jago analogi, namun kalau boleh, di suatu kesempatan aku ingin menjadi vitamin E saat kau menjadi warfarin, menguatkan. Dan di saat yang lain aku ingin menjadi suplemen Fe ketika kau berperan vitamin C, saling mendukung.
Maaf, tidak setiap hari aku mengungkapkan perasaan dengan cara sevulgar ini. Sebenarnya aku berpikir untuk membuat resolusi tentang kita di awal tahun. Namun setelah mendefinisikan resolusi sebagai sebuah tonggak perubahan dalam artian menjadi lebih baik atau menghilangkan hal buruk yang tidak kita sukai, aku tersadar sendiri. Tentang aku dan kau, dalam hubungan ini, aku tidak menginginkan sebuah resolusi.
[Terimakasih untuk peranmu sebagai: bapak saat aku kesulitan finansial, ibu saat aku perlu berkisah, kakak yang melindungi, adik yang "perlu dibimbing", saudara saat aku ingin berbagi, teman saat perlu bayangan teduh, sahabat saat sendiri, rival yang kompeten, editor yang perfeksionis, sopir pribadi, asisten setia, dan tentunya belahan jiwa]. :)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup
terharuu... T.T
BalasHapusaku sepertinya merasakan suatu yang sama dari tulisan ini... haahh, bagaimana sejauh ini aku selalu memikirkan status kalau yang lebih indah dari itu.. :*
kecuuuupp kecuuupp muaachh...
aku penggemar berta tulisanmu pradnya :*
Hyaha..dipuji mala, tengkyu laa.. keep blogging
BalasHapus