31 Oktober 2011
Apa yang
terlintas di benak kita ketika melihat gambar di atas? Tugas menggambar sekolah
dasar? Atau lomba lukis kelompok umur 6-10 tahun di bulan Agustus?
Memang benar,
gambar di atas adalah hasil karya seorang gadis cilik berusia 9 tahun. Tapi
bagaimana bila ternyata lukisan gadis asal Argentina tersebut adalah pemenang
Twentieth Children’s Painting Competition 2011 untuk regional Amerika Latin dan
Karibia? Bagaimana pula bila lukisan itu mengantar Lara Garcia, nama sang
maestro cilik, menerima US$ 1000 dan melalui dua ajang penghargaan di Costa
Rica dan Leverkusen, Jerman.
Berikut saya
mengutip deskripsi Lara tentang lukisannya tersebut:
“Life in the forest is beautiful and
wonderful. In the forest there are many animals that run, climb, swim, walk and
fly. The wind, water and land are part of the forest and the planet where all
human beings live. Each of us must protect our land and every place in which
life forms can exist, humans and animals, small and large.The forest and each
of the animals that live there offer something to the planet and they only ask
to be respected. When we damage the earth or its animals we are only causing
harm to ourselves because we all inhabit the same place.I desire a world
without deforestation, without pollution, where people don’t kill animals. I
want a planet that is a home that we all take care of, because we live there
and it is our best and most beautiful place to live.”
* * *
“Life in the Forest” merupakan tema kompetisi melukis untuk anak yang diselenggarakan
oleh United Nation Environmental Program (UNEP) dengan didukung oleh Bayer,
Nikon dan Foundation for Global Peace and Environment (FGPE). Saya sendiri
adalah pengamat seni yang buruk. Di saat yang sama ketika saya berusaha
mengapresiasi lukisan Lara Gracia, saya jadi tertarik dan bertanya-tanya,
bagaimana polesan warna-warni tersebut bisa menggugah juri level internasional
dan menjadi representasi dari kehidupan-di-hutan sebagaimana tema kompetisi
tersebut. Saya juga sempat mendiskusikan apa kira-kira makna implisit dari
gambar-gambar sederhana tersebut dengan beberapa teman, dan sikap serupa,
mereka juga bertanya-tanya.
Mulai dari
bertanya, kami mulai melihat lebih pada detail lukisan Lara. Pepohonan, langit
biru, binatang hutan, burung, lebah, dan sungai yang lengkap dengan ikan di
bawah langit cerah membiru. Lalu apa? Belakangan saya tersadar, gambaran hutan
semacam itu adalah tipikal hutan dalam benak kanak-kanak. Mungkin pernah ada di
benak kanak-kanak saya juga, hanya saja saya lupa. Atau benak masa kecil kita
semua dan kita semua juga lupa. Kealpaan kita melupakan gambar indah masa kecil
semacam itu kurang lebih terefleksikan dari perilaku kita sekarang. Kita tidak
ingat bagaimana menikmati keindahan alam, kita sering mengabaikan nilai-nilai
yang diminta lingkungan. Saya sendiri, dengan malu mulai mengingat khayalan
masa lalu itu setelah melihat lukisan Lara.
Sekarang saya
tidak lagi ingin tahu apa pendapat juri tentang lukisan Lara. Saya ingin
membuat simpulan sendiri, lukisan Lara di atas berhak mendapat penghargaan
karena telah berhasil membuat penikmatnya bertanya. Selama ini kita berubah
apatis, kurang peduli, dan kehilangan toleransi karena kita hampir tidak pernah
memikirkan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang muncul tiap hari. Termasuk saya
dan teman-teman, terkait juga tentang isu pemeliharaan lingkungan, kami masih
cenderung bergerak plegmatis dan dogmastik.
Ketika bertemu
dengan Lara, yang saya lihat adalah seorang gadis kecil yang polos, tidak beda
dengan anak umur 9 tahun kebanyakan. Ia begitu ceria, dan banyak makan gula.
Saya sendiri merasa terinspirasi membaca perjalanan menuangkan kepolosan khas
anak-anaknya ke dalam sebuah lukisan dengan sebuah alasan yang sangat besar di
baliknya. Saya kembali ke dasar, dan seharusnya kita semua demikian.
Menggerakkan hati kita, peduli sekitar dengan mulai dari sebuah pertanyaan. Apa
saja, misalnya, apa saya sudah membuang sampah dengan benar pagi ini? Atau,
seberapa peduli saya pada bumi ini? Apa pun itu, saya yakin kita semua memiliki
pertanyaan yang tidak selalu sama.
Mari terus
bersahabat dengan lingkungan, bagaimana pun caranya.
Dan sebagai
akhir, terima kasih kepada Lara Garcia untuk membuat saya bertanya.
[Tulisan perdana saya untuk http://environmentalenvoy.blogspot.com/]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup
0 comments:
Posting Komentar