19 Oktober 2016
Sedih yang paling sedih adalah sedih yang tidak boleh ditunjukkan. Sama halnya dengan rasa yang tidak mendapatkan pengakuan. Dan dilema yang ada karena kita izinkan.
Sedih semacam itu sama seperti aroma aerosol pengharum ruangan, semakin kita hirup semakin cepat wanginya raib. Dan ketika aku berulang kali merasakan sedih yang sama, aku tahu, ini karena aku tak pernah berani menghirupnya terlalu lama, akibatnya ia selalu sisa.
Maka, aku bercerita.
* * *
Gadis kecil tak akan pernah yakin harus memanggilnya apa. Kepala kecilnya kala itu terdoktrin bahwa lelaki itu bukan siapa-siapa, bukan keluarga, dan keberadaannya dalam lapang pandang gadis kecil tidak mengartikan apa-apa. Jikapun gadis kecil menemukan panggilan yang menurutnya pantas, lagi-lagi menurut otak kecil dalam kepala kecilnya, maka itu hanya demi norma dan sebagai bentuk formalitas.
Gadis kecil tak tahu banyak cerita tentangnya. Selain tentang ia ada, mengenai asal muasal, gadis kecil (hingga ia tidak kecil lagi) hanya pelantun cerita dari bukan sumber pertama. Sebagian besarnya ia yakini sebagai rekaan belaka. Sejujurnya gadis kecil tidak peduli. Bagi anak berumur kurang dari lima, yang terpenting adalah ada hangat ketika tidak sendiri. Pada masa itu, banyak memori yang diracik bersama si lelaki.
Pernah suatu hari, sial menempeli angkot pagi, angkutan pulang taman kanak-kanak gadis kecil, dimana ia bersebelahan dengan ibu-ibu yang baru pulang dari pasar. Si angkot tua tiba-tiba mati. Di pinggiran desa yang terlalu jauh dengan satuan jangkauan kaki. Melihat rumah berkat motor tua yang dipinjam sopir yang bertanggungjawab tidak serta merta membuat segala takut menjadi sirna. Sekantung plastik ikan segar, yang akan menjadi santapan sekeluarga, terlupa. Tergeletak mengait pada salah satu besi lengkung di dalam angkot. Gadis kecil memutuskan kembali. Bersamaan dengan drama hujan menari untuk bumi. Kala itu hanya ada sedikit insan yang mengerti, salah satunya adalah si lelaki. Payung yang berlubang bahkan kelelahan menahan hujan. Kaki kecil lelah menyerah dalam gendongan. Beratus kali gadis kecil berpikir, andai dalam hal berjalan dan menggendong itu mereka bisa bergantian.
Hari tidak beruntung lainnya. Gadis kecil bermain terlalu ceria di halaman sekolah, beberapa tahun sejak ia melupakan sekantung plastik ikan saat pulang menumpang angkot dari taman kanak-kanak. Ia terjatuh, tidak sengaja atau iya, ia lupa. Wajahnya berdarah penuh luka, salah satunya menganga. Entah masa itu ada apa dengan P3K, seorang petugas sekolah justru membawanya pulang ke rumah. Tidak ada siapa pun, kecuali lelaki yang bukan siapa-siapa. Diulangi, lelaki yang bukan siapa-siapa. Anehnya, ia yang paling marah. Lelaki mendatangi sekolah (aku lupa apa saat itu ia menggenggam sabit saat marah), menanyai setiap temanku sampai lelah. Hingga akhirnya ia menyadari wajah gadis kecil masih memiliki luka yang meskipun tidak parah, namun tak henti melelehkan darah. Hari itu, gadis kecil mendapat lima atau tujuh jaritan di pelipis dan dagu.
Tahun berganti, gadis kecil mungkin tidak kecil lagi. Ia melihat dunia, ia mengejar cinta, ia menjadi apa yang ia suka. Serangkum masa, dimana sedikit sekali memori yang terekam bersama si lelaki. Sementara gadis kecil beranjak dewasa, lelaki bertambah tua. Tentu saja.
Lelaki yang beranjak tua, bukan karakter favorit manusia. Ia tidak ramah pada segala tetek bengek dunia. Ia marginal, pada beberapa momentum ia bahkan kriminal. Gadis kecil tidak pernah membencinya, gadis kecil tidak pernah punya nyali untuk membenci. Maka kuncuplah sekuntum dilema disana, baik pada lelaki akan menyulut iritasi pada orang lain di dekatnya. Keras ia berusaha menjadi bukan siapa-siapa, tak pernah bisa. Ia tetap memijati lelaki jika ada waktu luang (ketika usianya masih kecil ia memijat dengan kaki, berjalan di punggung lelaki dan berpura-pura gumpalan otot berbalut kulit gelap milik lelaki sebagai jalan di perbukitan yang menyenangkan). Ia mengantarkan lelaki membeli kebutuhan perut setiap waktunya luang. Ia kadang menyelundupkan makanan, dan bila masih punya, sebelum pergi gadis kecil yang kini sudah besar akan meninggalkan sejumlah uang.
Bukan hanya pada si lelaki hidup berlaku keras. Gadis kecil juga memiliki prioritas. Gadis kecil mulai lelah menjadi satu-satunya yang tidak abai pada si lelaki. Apalagi ia mulai membicarakan hal yang tidak gadis kecil minati. Hal-hal seperti apa yang lelaki miliki dan bahwa lelaki akan mati.
Tiga hari. Tiga hari atau lebih ia tidak menampakkan diri. Manusia hidup, seberapa sendiri, wajib berjumpa dengan matahari. Saat itulah gadis kecil bersama mereka lainnya yang bukan siapa-siapa menyadari akan ada hari yang berat. Lelaki, yang entah sejak kapan menjadi sangat tua, sekarat.
Waktu menyimpan misteri mengenai kapan ia lalu, tapi apalah manusia yang tidak pernah tahu. Hari dimana gadis menemukan lelaki sekarat, ia tidak tahu harus apa. Ia menyiapkan air gula, menyuapinya dengan bubur dan telur, membersihkan kotoran di alas tidurnya, berpikir tapi tak bisa merangkum apapun. Lelaki tua berkata, "Apa kamu bisa meminta satu hari libur?". Tidak, lelaki tidak berkata, ia meminta. Gadis kecil menjawab sambil menyuapkan air gula dengan sendok logam yang gagangnya mengkonveksikan panas, "Tidak bisa, aku harus bekerja."
Hari berikutnya, gadis kecil dan lelaki bertemu, sudah tidak ada lagi kata. Lelaki sudah tidak ada di dunia. Sedih itu, ya, sedih yang sama persis dengan yang kadang muncul sewaktu-waktu. Seperti varicela yang dorman dan muncul bila imunitas terganggu. Lelaki, yang akan selalu bukan siapa-siapa, pergi. Gadis kecil bertanya, apa rasanya berkabung seorang diri. Selama beberapa hari, gadis kecil menjaga nyala lilin dari lintingan kapas terendam minyak agar tak mati. Selain dalam wujud jasad pucat pasi, setengah hatinya ingin si lelaki ada disini.
* * *
Aku terlalu memperkarakan apa,
Aku selalu memperhitungkan siapa,
Sementara aku sibuk mempertanyakan segalanya, aku lupa bahwa kami pernah sama-sama manusia.
Andai menuliskannya akan membuatku kembali lupa.
Belum setahun bersedih sendiri, 19 Oktober 2016
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup
0 comments:
Posting Komentar