Defect, anomali...and perspective

30 Juli 2015

On 04.14 by anya-(aydwprdnya)   No comments

Dad, a son's first hero, a daughter's first love.

Saat bapak mengatakan bahwa beliau akan dipensiunkan lebih awal, ada perasaan yang aneh di dalam hatiku. Saat kutanya kapan, bapak menyahut tahun depan. Tidak ada yang aneh sebenarnya. Bapak sudah bekerja puluhan tahun malang melintang di dunia perbankan, pensiun di usia 60 tahun adalah kewajaran yang paling wajar. Namun tetap saja, lelaki yang duduk di sebelahku dalam mobil menuju tempat antah kemana saat itu, mendengarnya memproklamirkan bahwa beliau segera akan memulai kehidupan tanpa hem dan celana bahannya membuat hatiku nyess... Aku tertawa seperti hal itu biasa saja, menanggapinya seringan mungkin, dan sekali lagi hatiku nyess...

Apa pengaruhnya bagiku? Toh aku memang sejak dulu jarang di rumah. Toh tidak ada bedanya pensiun tahun depan atau dua tahun depan atau lima tahun depan. Toh sejak akhir tahun lalu aku sudah berusaha hidup lepas dari dukungan finansial bapak. Nyatanya remah-remah tetek bengek masalah pensiun ini bukan sekadar tentang waktu dan lembaran uang bulanan. Ini lebih tentang kesadaran bahwa beliau tidak akan selalu muda.

Bapakku adalah bapak yang selalu mengajari anaknya saat kesulitan saat belajar matematika. Bapak adalah bapak yang menghukumku saat suatu ketika aku menyelinap menonton konser dan pulang kost dengan melompat pagar dan jendela. Bapak, lelaki yang sama yang tak bosan mengingatkanku untuk menjadi orang yang jujur, daripada mencontek lebih baik nilai ujian yang hancur. Aku selalu takut membuat bapak marah, bukan karena beliau menyeramkan, melainkan karena beliau jarang sekali marah. Aku lebih takut lagi mengecewakan bapak, karena beliau sangat pandai menyarukan hati yang luka di balik kata tidak apa. Bapak itu selalu menyediakan apapun yang kami, anak-anaknya perlu dan minta. Semasih bisa, daripada kalian mencari tempat asing untuk meminta, begitu katanya. Bapakku, seperti setiap bapak yang kita punya, memiliki sisi konyol dan aneh di mata anak-anaknya. Misalnya, bapak selalu mengucapkan kalimat atau kata bahasa asing dengan keliru, mengeluarkan ide konyol yang sering membuat kami 'meeehhh -.-", yang lucu lagi, bapak selalu khawatir bila aku merasa malu saat bapak mengantarkan aku ke acara kampus (termasuk pendaftaran dan wisuda) karena mobil butut (milik kantor) tidak sementereng mobil teman lain.
[Tidak Pak, kami selalu bangga, biar kita hanya berjalan kaki saja]
Ah, tidak terbatas kalimat untuk mendiskripsikan bapak, yang mana itu pun tidak diperlukan disini.

Nyatanya, terutama setelah membaca paragraf yang baru saja berlalu di atas, ternyata justru akulah yang tidak selegowo bapak dalam menghadapi pensiun dini ini. Reaksi bapak? Justru sangat tenang, malah terkesan senang. Bapak malah asyik dengan peternakan jangkrik yang dirintisnya berbekal artikel di internet. Aktivitas berkebun juga semakin ditekuni. Dan juga bapak berencana membeli mobil baru, untuk ganti kalau mobil kantor sudah ditarik, dalihnya. Yah, apapun asal bapak senang.

Ya..ya..aku memang agak berlebihan menanggapi rencana perubahan ini. Mungkin sebagiannya adalah penyesalanku karena selama ini tidak selalu meluangkan waktu terutama saat tekanan darah bapak meningkat, saat kaki bapak nyeri akibat asam urat, saat bapak jatuh terguling demi segepok sarang tawon. Sementara aku malah harus selalu ada untuk bapak-bapak orang lain, miris.
Haha, ini sedikit konyol. Tepat di akhir tulisan ini, aku rasanya lebih senang bila bapak pensiun.










0 comments:

Posting Komentar