Defect, anomali...and perspective

3 Februari 2015

On 17.07 by anya-(aydwprdnya)   No comments
Akhir-akhir ini aku sering kehilangan alat tulis (pulpen, bolpoin, dan sebangsanya). Ini menyebalkan karena keseharianku sekarang menjadikan alat tulis sebagai barang konsumsi primer, yang bahkan kadang lebih primer dari sarapan. Ok, harus mengaku kalau kadang aku juga sesuka hati menggunakan pulpen di atas meja atau  di dalam laci yang mungkin secara tidak sengaja tertinggal oleh pemilik lamanya (ada banyak hal lain untuk diingat saat jam pulang tiba selain memastikan pulpen di saku jas). Bagaimanapun, walau murni kelalaian pribadi, kehilangan pulpen (berkali-kali) bisa jadi sangat sangat menyebalkan.

Dan..bukan itu cerita hari ini.
Kehilangan pulpen, dan kekesalan hati yang agak dipaksakan itu hanya co-kausa dari cerita yang sesungguhnya.

Kebutuhan akan alat tulis membuatku memutuskan untuk membeli paling tidak selusin (atau menyesuaikan dengan budget) pulpen di salah satu toko alat tulis ternama di Waturenggong, tempat cerita ini berawal. Pada umumnya tata ruang toko alat tulis dan perkantoran, bagian pulpen beraneka ragam akan berdampingan dengan pensil, penghapus, tip-X, dan kawan-kawannya. Aku baru menemukan tiga dari 12 pulpen yang berencana aku beli, masih di menit keempat aku menjajah sudut alat tulis. Tiba-tiba seorang pria, mengajukan pertanyaan padaku, "Mbak, penghapus yang bagus yang mana ya?" 
[PAUSE]

What are the points?
1. Jelas si pria ini adalah customer, dari pakaian yang digunakan. Jadi simpulan dininya, pertanyaan tadi bukan pertanyaan jebakan berhadiah.
2. Tidak ada orang yang siap dengan pertanyaan semacam itu di konter alat tulis. Paling tidak tanyakanlah tentang produk yang dijual ke mbak dan mas penjaga berseragam oranye.
3. Jangan-jangan tampilanku serupa penjaga toko (padahal aku mengenakan polo-shirt warna magenta)
4. He's HOT (oke, abaikan poin 4)

[PLAY]
Percakapan berlanjut.
Aku : "Hm..kalau saya biasa pakai yang ini, Pak" sambil nunjuk penghapus Fab*r Cast**e warna abu. 
Hot Man: "Bagus ya? Ini buat anak saya, mereka mau ujian, nyari penghapus yang nggak bekas kalau dipake"
Aku: (agak cengok) Iya..bagus kok, bagus (Maunya aku sambung, buktinya saya lulus-lulus aja tiap ujian blok di kampus, tapi aku urungkan).
Hot Man: "Oh ya, terimakasih ya". Kemudian berlalu sambil mengambil dua penghapus yang aku rekomendasikan.

[PAUSE]
I've added more points
5. Pria ini bapak beranak dua (at least)
6, He's SUPER HOT. Oh, come on, bapak yang membelikan anaknya penghapus dan sempat-sempatnya menelusuri kelayakan dan kualitas penghapusnya is super hot, right? (oke, abaikan lagi nomor 6)

[PLAY]
Acara pemilihan pulpen aku percepat, hingga aku berakhir depan kasir, Dengan lima biji pulpen, mengantri tepat dibelakang that-hot-daddy-guy. Yang terjadi selanjutnya, plot twist. Tiba-tiba that-hot-daddy-guy keluar dari antrian, pergi kurang dari satu menit dan kembali mengisi tempat kosong yang ditinggalkannya tadi, tepat di depanku. Saat gilirannya membayar, aku baru sadar bahwa yang ia lakukan selama kurang dari satu menit tadi adalah kembali ke pojok alat tulis dan menukar dua biji penghapus (yang aku sarankan) dengan dua biji penghapus lain dari merk yang berbeda dan warna yang berbeda. I felt something in my chest. 

Whoo...sahhh
1. THAT WAS NOT A BIG DEAL.
2. I WOULD FORGET BECAUSE I WAS IN HURRY.
3. I WOULD FORGIVE BECAUSE HE IS HOT. (Hey! What's with capslock?)

* * *

Seberapa sering kita meminta pendapat orang lain, bukan karena kita perlu meminta, melainkan demi membuktikan bahwa kita benar dan orang lain lebih salah?

0 comments:

Posting Komentar