3 Februari 2015
On 17.30 by anya-(aydwprdnya) No comments
Seberapa sering kita meminta pendapat orang lain, bukan karena kita perlu meminta, melainkan demi membuktikan bahwa kita benar dan orang lain lebih salah?
* * *
Jawabannya mungkin sesering tubrukan antar bintang yang terjadi di semesta, tak terhingga.
* * *
Jawabannya mungkin sesering tubrukan antar bintang yang terjadi di semesta, tak terhingga.
Demi membuktikan eksistensi individualismenya, manusia memiliki prasyarat tertentu. Salah satunya adalah kebutuhan akan kebenaran. Hal tersebut menjelaskan penciptaan frasa-frasa klise yang terlalu sering digunakan semacam "mengejar kebenaran", "berani karena benar", dan lain sebagainya. Namun sesungguhnya, bukan kebenaran universal yang mutlak diperlukan. Kebenaran universal dapat dikatakan mutlak tidak ada, karena hal 'gaib' semacam kebenaran universal bisa jadi adalah landasan teoritis untuk menyokong manusia dalam fungsinya sebagai makhluk sosial yang mana fungsi itu hanya mengaktifkan kurang dari 20% dari keseluruhan fungsi. Sisanya adalah manusia sebagai makhluk soliter, sebagai makhluk individu. Maka yang selama ini dikejar sebenarnya adalah kebenaran individual.
Dalam rangka mendukung kebenaran individu, jelas penalaran akan menuntun ke arah pembuktian. Ada dua cara umum yang biasa dilakukan:
1. Buktikan bahwa kita benar.
2. Buktikan bahwa orang lain salah.
Aku harus memaksa orang lain untuk menyatakan bahwa cara kedua jauh..jauh.. lebih mudah daripada yang pertama.
Pembuktian akan kebenaran membutuhkan kemampuan deduksi yang lebih tinggi. Sementara penunjukkan kesalahan hanya membutuhkan tunjukan satu jari. Ahh...kita dibiasakan mengambil jalan yang mudah, memilih meninggalkan yang susah.
Ketika tidak ada kebenaran yang berhasil ditunjukkan, maka tidak ada kesalahan yang benar-benar sah.
* * *
Mungkin itu juga yang baru terjadi padaku. mungkin cerita hot daddy and his erasers tidak sepenuhnya tentang that-hot-daddy-guy yang menunjukkan kebenaran pilihannya dengan bersikap seakan pilihanku salah. Mungkin aku terlalu kecewa ia tidak mengambil penghapus yang aku sarankan. Mungkin ia terlalu hot untuk tidak diceritakan dalam salah satu tulisan di blog ini.
Sangat-sangat mungkin aku kurang istirahat dan terlalu banyak berpikir.
...
di ujung malam
menuju pagi
sedikit cemas
banyak rindunya
[Saat tiba-tiba playlistku dipenuhi lagu Payung Teduh, hatiku mendadak teduh.]
On 17.07 by anya-(aydwprdnya) No comments
Akhir-akhir ini aku sering kehilangan alat tulis (pulpen, bolpoin, dan sebangsanya). Ini menyebalkan karena keseharianku sekarang menjadikan alat tulis sebagai barang konsumsi primer, yang bahkan kadang lebih primer dari sarapan. Ok, harus mengaku kalau kadang aku juga sesuka hati menggunakan pulpen di atas meja atau di dalam laci yang mungkin secara tidak sengaja tertinggal oleh pemilik lamanya (ada banyak hal lain untuk diingat saat jam pulang tiba selain memastikan pulpen di saku jas). Bagaimanapun, walau murni kelalaian pribadi, kehilangan pulpen (berkali-kali) bisa jadi sangat sangat menyebalkan.
Dan..bukan itu cerita hari ini.
Kehilangan pulpen, dan kekesalan hati yang agak dipaksakan itu hanya co-kausa dari cerita yang sesungguhnya.
Kebutuhan akan alat tulis membuatku memutuskan untuk membeli paling tidak selusin (atau menyesuaikan dengan budget) pulpen di salah satu toko alat tulis ternama di Waturenggong, tempat cerita ini berawal. Pada umumnya tata ruang toko alat tulis dan perkantoran, bagian pulpen beraneka ragam akan berdampingan dengan pensil, penghapus, tip-X, dan kawan-kawannya. Aku baru menemukan tiga dari 12 pulpen yang berencana aku beli, masih di menit keempat aku menjajah sudut alat tulis. Tiba-tiba seorang pria, mengajukan pertanyaan padaku, "Mbak, penghapus yang bagus yang mana ya?"
[PAUSE]
What are the points?
1. Jelas si pria ini adalah customer, dari pakaian yang digunakan. Jadi simpulan dininya, pertanyaan tadi bukan pertanyaan jebakan berhadiah.
2. Tidak ada orang yang siap dengan pertanyaan semacam itu di konter alat tulis. Paling tidak tanyakanlah tentang produk yang dijual ke mbak dan mas penjaga berseragam oranye.
3. Jangan-jangan tampilanku serupa penjaga toko (padahal aku mengenakan polo-shirt warna magenta)
4. He's HOT (oke, abaikan poin 4)
[PLAY]
Percakapan berlanjut.
Aku : "Hm..kalau saya biasa pakai yang ini, Pak" sambil nunjuk penghapus Fab*r Cast**e warna abu.
Hot Man: "Bagus ya? Ini buat anak saya, mereka mau ujian, nyari penghapus yang nggak bekas kalau dipake"
Aku: (agak cengok) Iya..bagus kok, bagus (Maunya aku sambung, buktinya saya lulus-lulus aja tiap ujian blok di kampus, tapi aku urungkan).
Hot Man: "Oh ya, terimakasih ya". Kemudian berlalu sambil mengambil dua penghapus yang aku rekomendasikan.
[PAUSE]
I've added more points
5. Pria ini bapak beranak dua (at least)
6, He's SUPER HOT. Oh, come on, bapak yang membelikan anaknya penghapus dan sempat-sempatnya menelusuri kelayakan dan kualitas penghapusnya is super hot, right? (oke, abaikan lagi nomor 6)
[PLAY]
Acara pemilihan pulpen aku percepat, hingga aku berakhir depan kasir, Dengan lima biji pulpen, mengantri tepat dibelakang that-hot-daddy-guy. Yang terjadi selanjutnya, plot twist. Tiba-tiba that-hot-daddy-guy keluar dari antrian, pergi kurang dari satu menit dan kembali mengisi tempat kosong yang ditinggalkannya tadi, tepat di depanku. Saat gilirannya membayar, aku baru sadar bahwa yang ia lakukan selama kurang dari satu menit tadi adalah kembali ke pojok alat tulis dan menukar dua biji penghapus (yang aku sarankan) dengan dua biji penghapus lain dari merk yang berbeda dan warna yang berbeda. I felt something in my chest.
Whoo...sahhh
1. THAT WAS NOT A BIG DEAL.
2. I WOULD FORGET BECAUSE I WAS IN HURRY.
3. I WOULD FORGIVE BECAUSE HE IS HOT. (Hey! What's with capslock?)
* * *
Seberapa sering kita meminta pendapat orang lain, bukan karena kita perlu meminta, melainkan demi membuktikan bahwa kita benar dan orang lain lebih salah?
Langganan:
Postingan (Atom)
Search
Popular Posts
-
Akhir-akhir ini aku sering sulit tidur (bukan cuma akhir-akhir ini saja sih..). Mengisi jam-jam sulit tidur, jadilah yang aku lakukan adalah...
-
“Seseorang dapat menyempatkan diri mengunjungi Meksiko Utara dan bersedia menunggu 20 tahun demi melihat sekuntum Queen Victoria Agave me...
-
Raksha Bandhan (Bengali: রাখী বন্ধন Hindi: रक्षा बन्धन) is also called Rakhi Purnima (রাখীপূর্ণিমা) or simply Rakhi or "Rakhri"...
-
Aku tidak seindah itu hingga mematrikan deretan milestones demi menandai setiap checkpoint dalam hidupku. Mungkin bila aku melakukannya, sua...
-
Hari kemarin musik saya mati, saya sedih karena saya pikir saya tidak akan bisa menikmatinya lagi. Tapi ia meninggalkan sebuah kotak, da...
Recent Posts
Categories
- [EARGASM]
- 30Hari Bercerita
- Ahmad Wahib
- Aktivitas
- Bahasa
- Barcelona
- Birokrasi
- BYEE
- Cerita Dari Negeri Lain
- Co-ass
- Easy-Aci Exploring the World
- Event
- Ex-Berliner
- Family
- Fiksi Tapi Bukan
- Friendship
- Germany
- Golden October
- Inspirasi
- Japan
- Jerman
- Journey to the West
- Karya
- KKM
- Koas
- Kontemplasi
- Menulis Random
- Movie
- Puisi
- Quality Time
- Refleksi
- Romansa
- Serba-serbi
- Song of the Day
- Sweet Escape
- T World
- Tragedy
- Travel
- Trip
- Tulisan
- Urip Iku Urup